Bisnis.com, JAKARTA - Partai Demokrat sepakat dengan ide pemisahan pemilu serentak antara eksekutif dan legislatif. Ide ini muncul setelah pemilu 2019 banyak evaluasi.
Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan bahwa pemilu sebelumnya terlalu panas. Bahkan, memakan korban jiwa dari penyelenggara pemilu.
“Salah satu perjuangan parlementer Partai Demokrat saat ini juga adalah itu, revisi terhadap UU Pemilu,” kata Jansen melalui pesan instan, Rabu (4/12/2019).
Jansen menjelaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembuat undang-undang menilai pemilu dibuat serentak agar menekan biaya. Akan tetapi nyatanya tidak.
Satu jenis pemilu saja sudah dianggap panas. Apalagi digabung sekaligus pada 2024 nantinya, ujar Jansen.
“Ini ibaratnya kalau mobil kita panas overheat, yang harus kita cek dulu itu adalah sistemnya. Jangan-jangan Radiator atau kipasnya memang tidak beres. Jadi sistem yang membuat panas inilah yang kita perbaiki, karena kadang sumber panas itu dari sana,” jelas Jansen.
Berdasarkan UU 7/2017, pasal 167 tertulis tahapan penyelenggaraan pemilu meliputi pencalonan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota.
Akan tetapi pelaksanaan serentak itu dianggap perlu direvisi karena pada pemilu 2019 lalu banyak kendala dan kesulitan yang dialami. Bukan hanya penyelenggara pemilu, partai pun merasakan hal serupa.
Kerumitan akan ditambah lagi dengan pemilihan kepala daerah yang juga dilakukan pada 2024. Itu tertuang pada UU 10 tahun 2016 pasal 201.
Golkar pada musyawarah nasional juga akan memperjuangkan untuk merevisi UU 7 tahun 2017. Hal itu tertuang pada rekomendasi setelah Ketua Umum Airlangga Hartarto membacakan laporan pertanggungjawaban pengurus periode 2014 - 2019.