Judul petisi di laman change.org yang viral melalui pesan elektronik belum lama ini adalah Indonesia Bukan Tempat Sampah Dunia. Inisiator mengumpulkan dukungan masyarakat bahwa pengiriman sampah global ke wilayah Indonesia adalah tindakan keji yang mengusik kedaulatan.
Hingga Senin, 2 Desember 2019, pukul 17.52 WIB, petisi yang dibuat oleh Ecoton Foundation tersebut telah ditandatangani oleh 408.504 orang, dari target sebanyak 500.000 orang pendukung.
Petisi itu dibuat Ecoton Foundation, lantaran mereka menemukan fakta bahwa ternyata selama ini terdapat 43 negara di dunia yang membuang sampahnya ke Indonesia. Daftar negara asal sampah plastik seperti Amerika Serikat, Kanada dan Inggris menempati urutan pertama hingga ketiga secara berurutan.
Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON), mengatakan sampah plastik yang diimpor oleh Indonesia ini tidak semuanya bisa digunakan oleh industri-industri yang ada di sini, sehingga ujung-ujungnya sisa sampah impor yang tidak bisa digunakan akan dibakar.
Termasuk dalam kategori ini yakni serpihan plastik bercampur kertas (tidak bisa didaur ulang) sehingga digunakan untuk bakar tahu atau bahan bakar lainnya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh ECOTON, dengan mengambil sampel di 6 lokasi di Sungai Brantas, ditemukan bahwa sampel penelitian menunjukkan adanya mikroplastik di Sungai Brantas yakni sekitar 293—2499 partikel/liter. Parahnya, 92% persediaan air minum di Surabaya berasal dari Sungai Brantas.
Menurutnya, Indonesia sebenarnya sudah sejak lama, sekitar tahun 90-an, mengimpor limbah kertas atau waste paper untuk bahan baku pabrik kertas. Pasalnya, dari total kebutuhan sekitar 5 juta ton per tahun, hanya bisa dipenuhi sebesar 3,5 juta ton per tahun dari dalam negeri, sehingga 1,5 jutanya harus impor.
“Sebenarnya, dalam perjanjian ekspor sampah itu, hanya koran atau kertas bekas yang dikirim. Namun faktanya, ternyata mereka diam-diam memasukkan sampah plastik dan sampah domestik di dalam tumpukan kertas bekas itu,” tegasnya.
Jumlah sampah selundupan selain kertas itu, ungkapnya, bahkan bisa mencapai 40% sendiri di antara jumlah yang diimpor. Pada 2018, data dari BPS menunjukkan adanya peningkatan impor kertas bekas yang tercampur sampah plastik sebesar 283.152 ton.
“Angka ini merupakan puncak tertinggi impor sampah plastik selama 10 tahun terakhir, yang pada 2013 impor sampah plastik Indonesia sekitar 124.433 ton,” ujarnya.