Bisnis.com, JAKARTA – Pengunjuk rasa anti pemerintah di Hong Kong melumpuhkan aktivitas distrik keuangan kota itu pada jam makan siang waktu setempat, Selasa (12/11/2019). Sebelumnya, mereka juga memblokir stasiun kereta bawah tanah dan bentrok dengan polisi pada saat jam sibuk pagi hari.
Dilansir Bloomberg, para pengunjuk rasa menduduki distrik keuangan di pusat kota, meletakkan penghalang jalan dan membentangkan payung untuk melindungi diri dari polisi sementara yang lain melakukan vandalisme. Aksi mereka diikuti oleh ratusan pekerja kantor.
Beberapa demonstran meletakkan papan dengan paku yang mencuat, yang sepertinya dirancang untuk merobek ban kendaraan. Polisi anti huru hara dikumpulkan dalam kelompok besar di dekatnya.
Aksi demonstrasi lanjutan ini menyusul maraknya kekerasan setelah jatuhnya korban jiwa dari pihak demonstran pekan lalu. Bentrokan yang intens pada hari Senin berujung pada penangkapan sedikitnya 260 demonstran dan menyebabkan hampir 100 orang terluka, termasuk dua kritis.
Polisi menembak seorang pria berusia 21 tahun pada hari Senin pagi, dan ditangkap karena karena melakukan aksi tanpa izin, menurut seorang pejabat polisi yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Penembakan oleh seorang perwira polisi pada Senin pagi tersebut mengejutkan seluruh kota dan memicu gelombang demonstrasi yang menyebabkan salah satu kekacauan terbesar di Hong Kong.
Baca Juga
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengatakan pada Senin malam bahwa para pengunjuk rasa tidak akan mencapai tujuan mereka melalui kekerasan.
Kantor komisioner kementerian luar negeri China di Hong Kong mengeluarkan pernyataan bahwa perilaku ‘perusuh’ ini tidak berbeda dengan terorisme.
“Dengan mengecam polisi Hong Kong, politisi di AS dan Inggris telah menunjukkan upaya mereka untuk berkolusi dengan perusuh ‘ilegal’," kata pernyataan tersebut, tanpa menyebut siapa pun secara khusus.
Pernyataan itu juga mengatakan kekerasan harus dihentikan dan kejahatan yang dilakukan oleh pengunjuk rasa harus diadili.
Aksi demonstrasi yang terjadi sejak protes yang dimulai pada Juni terhadap RUU yang memungkinkan pelaku kejahatan diekstradisi ke China. Meskipun proposal RUU telah ditarik, para demonstran telah memperluas tuntutan mereka untuk demokrasi yang lebih luas, penyelidikan independen terhadap kekerasan polisi, dan kemampuan untuk mencalonkan dan memilih pemimpin mereka sendiri.