Bisnis.com, JAKARTA – Sepanjang dua dekade terakhir, kematian anak-anak pada usia balita (di bawah lima tahun) di sejumlah kabupaten di Indonesia bervariasi hingga tujuh kali lipat karena adanya kesenjangan antarwilayah.
Studi terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) menunjukkan bahwa sebanyak 109.446 anak-anak berusia balita Indonesia meninggal pada 2017. Sementara pada 2000, tercatat sebanyak 261.263 anak-anak.
Studi dari Fakultas Kesehatan Universitas Washington tersebut pertama kali dilakukan untuk memetakan angka kematian anak-anak di 99 negara berpendapatan rendah hingga berpenghasilan menengah, yang dikaji hingga tingkat kabupaten.
Dokter Soewarta Kosen, salah satu peneliti dalam studi, mengatakan bahwa laporan Demographic Health Survey 2017 di Indonesia juga memperlihatkan situasi serupa dalam lima tahun terakhir.
Tercatat sebanyak 75 persen kematian anak usia balita terjadi ketika mereka belum berusia satu tahun dan 63 persen kematian terjadi ketika mereka baru menjalani bulan pertama setelah kelahiran.
“Angka-angka tersebut bervariasi di antara berbagai provinsi di Indonesia, di mana provinsi-provinsi di wilayah Indonesia Timur memperlihatkan rasio yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia,” ujar Kosen dalam keterangan resmi yang diterima pada Senin (21/10/2019).
Oleh sebab itu, menurutnya, prioritas dari program kesehatan perlu diarahkan untuk mengurangi kematian setelah kelahiran. Hal ini bertujuan memengaruhi kematian pada usia bayi serta usia balita, sehingga juga dapat mengubah kesenjangan rasio antarprovinsi.
Para peneliti memperkirakan, jika setiap kabupaten di negara berpendapatan rendah dan menengah telah memenuhi target Sustainable Development Goal (SDG), yakni tidak lebih dari 25 kematian anak dari 1.000 kelahiran, sedikitnya 2,6 juta anak bisa diselamatkan dari kematian.