Bisnis.com, JAKARTA -- Kesepakatan Brexit Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kini berada di ujung tanduk setelah pimpinan Uni Eropa memutuskan bahwa mereka perlu waktu lebih sebelum pertemuan tingkat tinggi dilakukan pekan ini.
Perdana Menteri Finlandia Antti Rinne, yang kini menjabat sebagai presiden Uni Eropa, mengatakan bahwa negosiasi tambahan mungkin perlu dilakukan setelah konferensi tingkat tinggi dewan Uni Eropa yang dimulai pada Kamis (17/10/2019).
"Secara praktis maupun legal, waktu yang tersisa tidak cukup untuk mengejar kesepakatan sebelum pertemuan dewan. Saya pikir kita perlu tambahan waktu," kata Rinne, dikutip melalui Bloomberg, Selasa (15/10/2019).
Dengan sisa waktu 16 hari sebelum Inggris meninggalkan Uni Eropa, Johnson telah berulang kali berjanji untuk menyelesaikan Brexit tepat waktu. Janji tersebut bahkan dia sampaikan di Parlemen setelah penyampaian pidato Ratu Elizabeth terkait pemilihan umum.
Johnson menolak untuk menunda Brexit meskipun undang-undang Benn (Benn Act) menyatakan bahwa perdana menteri harus mengajukan perpanjangan waktu jika pemerintah dan Parlemen Uni Eropa tidak mencapai kesepakatan pada 19 Oktober.
Esok, Uni Eropa memutuskan apakah kesepakatan yang akan ditandatangani para pemimpin Uni Eropa selama KTT 17-18 Oktober. Dewan Uni Eropa telah mengesampingkan agenda negosiasi selama KTT berlangsung.
Dengan jam yang terus berdetak, lawan Brexit Johnson di Inggris melakukan pertemuan pada Senin (14/10/2019), untuk membahas langkah mereka selanjutnya.
"Mereka [oposisi] menyimpulkan kesepakatan apa pun yang dikembalikan Johnson mungkin tidak lengkap, yang berarti dia kemungkinan harus menunda Brexit," menurut dua orang sumber.
Oposisi yang terdiri dari anggota parlemen Partai Buruh, Demokrat Liberal, Plaid Cymru, Partai Nasional Skotlandia, Scottish Green, serta mantan anggota Parta Konservatif mengatakan mereka menunggu dan memantau perubahan apapun selama 48 jam ke depan.
"Jika Johnson mendapat kesepakatan, oposisi kemudian akan memutuskan apakah akan melakukan pemungutan suara publik konfirmasi sebagai langkah untuk meloloskan kesepakatan tersebut di Parlemen," kata sejumlah sumber.
Namun, pada saat yang sama, untuk kesekian kalinya Johnson menolak diadakannya referendum kedua terhadap Brexit.
"Jika ada satu hal yang lebih memecah belah, lebih merusak daripada referendum pertama, itu adalah referendum kedua," katanya.