Bisnis.com, JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membentuk tim transisi menyusul disahkannya RUU KPK No. 30/2002 tentang KPK menjadi UU oleh DPR pada Selasa (17/9/2019).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tim transisi dibentuk agar tetap memaksimalkan pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi ke depan.
"Di tengah kondisi yang serba sulit saat ini, kami memahami bahwa KPK tidak boleh patah arang dan berhenti melakukan tugas pemberantasan korupsi," kata Febri, Rabu (18/9/2019).
Tim transisi akan menjalankan tugas-tugas prinsip seperti melakukan analisis terhadap materi-materi di RUU KPK yang telah disahkan di Paripurna tersebut, mengidentifikasi konsekuensi terhadap kelembagaan, SDM dan pelaksanaan tugas KPK baik di penindakan ataupun pencegahan dan unit lain yang terkait, serta merekomendasikan tindak lanjut yang perlu dilakukan secara bertahap pada pimpinan.
Menurut Febri, pihaknya melihat ada sejumlah perubahan aturan yang berbeda dengan poin-poin yg disampaikan Presiden Joko Widodo sebelumnya, dan perubahan tersebut diakuinya memang bisa memperlemah kerja KPK.
"Untuk mencegah efek yang terlalu buruk ke KPK, kami segera menyisir setiap pasal dan ayat yang ada di UU tersebut," katanya.
Di sisi lain, menurutnya, KPK juga tidak ingin harapan publik terhadap pemberantasan korupsi dinyatakan selesai setelah disahkannya RUU KPK menjadi UU. Pihaknya akan itu terus berkomitmen tetap menjalankan ikhtiar pemberantasan korupsi di Tanah Air.
KPK juga berterima kasih kepada publik yang terus mengawal dan menyuarakan penolakan revisi UU meskipun pada akhirnya tidak didengar dan telah disahkan oleh DPR.
Namun demikian, lembaga antirasuah itu tetap mengajak semua pihak untuk menjadikan momentum tersebut untuk semakin memperkuat peran masyarakat mengawal pemberantasan korupsi.
"KPK juga mengajak agar masyarakat lebih kuat melakukan kontrol terhadap kerja KPK ke depan. Karena masyarakat adalah korban dari korupsi yang sesungguhnya," ujarnya.
Febri mengatakan dalam sejarah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia maupun negara manapun, ikhtiar pemberantasan korupsi harus selalu melewati rintangan demi rintangan yang mengadang.
"Kami akan berupaya semaksimal mungkin melewatinya bersama-sama dengan seluruh pihak yang bersedia menjadi bagian dari gerakan antikorupsi ini," ujarnya.
Sebelumnya, ada tujuh poin revisi UU 30/2002 tentang KPK. Seluruhnya, yaitu kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada kekuasaan eksekutif, pembentukan dewan pengawas, pelaksanaan penyadapan, serta mekanisme penghentian penyidikan dan atau penuntutan.
Kemudian, soal koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi, mekanisme penggeledahan dan penyitaan, serta sistem kepegawaian KPK.