Bisnis.com, JAKARTA—Iran menolak tuduhan Amerika Serikat bahwa Teheran berada di balik serangan drone yang meledakkan dua instalasi minyak utama Saudi Aramco kemarin dini hari.
Sebelumnya pemberontak Hutsi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Abqaiq yang merupakan instalasi kilang minyak terbesar di dunia serta di ladang minyak Khurais.
Serangan saat fajar itu memusnahkan lebih dari setengah produksi minyak mentah dari negara eksportir top dunia itu.
Menlu AS, Mike Pompeo menuding Iran sebagai pelakunya. Iran disebut melancarkan serangan hebat yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pasokan energi dunia.
"Tidak ada bukti serangan datang dari Yaman," kata Pompeo di Twitter, merujuk pada klaim tanggung jawab Hutsi. Akan tetapi dia tidak memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaimnya.
Menanggapi tudingan itu, Menlu Iran menyebut tuduhan AS "tidak berarti" dan mengatakan tudingan dimaksudkan untuk membenarkan tindakan terhadap Iran.
Baca Juga
"Tudingan seperti itu ... lebih bersifat merencanakan serangan yang dirancang pihak intelijen. Caranya dengan merusak reputasi satu negara untuk selanjutnya diambil tindakan," kata juru bicara Kemenlu Iran, Abbas Mousavi seperti dikutip Aljazeera.com, (15/9).
Ketegangan antara AS dan Iran meningkat sejak Mei tahun lalu, ketika Washington secara sepihak menarik keluar dari kesepakatan nuklir multinasional 2015.
AS kemudian kembali menjatuhkan sanksi ekonomi pada Iran meski sebelumnya dijanjikan akan dicabut.
Sejak janji itu diingkari AS, Iran mendapatkan "tekanan maksimum" untuk melumpuhkan ekonominya..
"Setelah gagal dengan 'tekanan maksimum', Menlu Mike Pompeo beralih ke 'kebohongan maksimum'," ujar Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menulis di Twitter.
"AS dan kliennya terjebak di Yaman karena berilusi bahwa keunggulan senjata akan mengarah pada kemenangan militer," katanya sembari mengimbau dilakukannya pembicaraan untuk mengakhiri perang di Yaman yang merupakan negara paling miskin di dunia Arab.
Dalam sebuah pembicaraan lewat telepon kemarin, Trump mengatakan kepada Pangeran Mahkota Saudi Mohammed bin Salman bahwa Washington siap untuk bekerjasama dengan mereka. Namun pihak Arab Saudi menolaknya dan mengatakan negaranya mampu menghadapi serangan tersebut.