Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengklaim Presiden Joko Widodo atau Jokowi setuju dengan revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002.
Fahri, sinyal itu ditangkap oleh dirinya dan para politikus DPR saat kepala negara itu menyampaikan pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2019 lalu di Kompleks Parlemen, Senayan.
Dalam pidato itu, Jokowi mengkritik gencarnya operasi tangkap tangan atau OTT oleh KPK. Menurut Jokowi, hal tersebut tak efektif karena Indeks Persepsi Korupsi Indonesia hanya naik satu peringkat.
"Keberhasilan bukan hanya diukur dari berapa kasus yang diangkat dan bukan hanya berapa orang dipenjarakan. Harus juga diukur dari berapa potensi pelanggaran hukum bisa dicegah, berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan," kata Jokowi kala itu.
Sindiran Jokowi ini ditangkap politikus sebagai sinyal Istana menyetujui revisi UU KPK.
"Iya (itu sinyalnya). Presiden sudah mengingatkan orientasi pemberantasan korupsi itu bukan penangkapan, tapi pencegahan," ujar Fahri Hamzah saat dihubungi pada Minggu (8/9/2019).
Baca Juga
Revisi UU KPK sudah disetujui menjadi RUU inisiatif dalam sidang paripurna DPR, pekan lalu. Pembahasan revisi UU KPK tinggal menunggu surat presiden.
Presiden Jokowi mengaku tidak tahu-menahu ihwal revisi UU KPK tersebut.
"Itu inisiatif DPR. Saya belum tahu isinya," kata Jokowi saat ditanya wartawan disela kunjungan kerja di Pontianak, Kamis (6/9/2019).
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly juga mengaku tak mengetahui DPR membahas perubahan undang-undang ini lagi.
"Sama sekali tidak tahu, dan saya tidak yakin itu (akan dibahas pemerintah)," kata politikus PDIP tersebut.
Sejumlah penggiat antikorupsi meminta Jokowi menolak revisi UU KPK tersebut. Lima pimpinan KPK juga mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi terkait penolakan Revisi UU KPK tersebut.
"Surat kami kirim kepada presiden, mudah-mudahan dibaca untuk kemudian mengambil kebijakan," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/9/2019).