Bisnis.com, JAKARTA—Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS M. Nasir Djamil mengatakan bahwa konteks pengesahan revisi UU KPK beberapa hari lalu sebenarnya adalah evaluasi. Menutur dia, jika KPK terlalu kuat dan tidak ada instrumen yang mengawasi, kekuatan itu bisa menjadi sewenang-wenang.
“UU KPK ini sudah 17 tahun usianya, tentu saja harus dievaluasi undang-undangnya, sehingga hasil guna dan daya guna pemberantasan korupsi itu bisa tercapai,” ujarnya di sela-sela Diskusi Polemik, di Jakarta, Sabtu (7/9/2019).
Revisi UU KPK dinilai sebagai upaya untuk mengevaluasi dan memperbaiki KPK. Nasir menilai bahwa setiap kali ada usulan perubahan selalu ada drama yang terjadi, termasuk mengenai revisi UU KPK. “Ada yang bilang KPK mau dilemahkan, ada yang bilang mau dikuatkan, padahal kita harus berpikir jernih,” tuturya .
Dia mengingatkan bila cara pandangnya adalah soal kuat dan lemah, maka revisi UU KPK seolah-olah menjadi upaya atau keinginan DPR untuk melemahkan KPK.
Dia mengajak semua pihak untuk berpikir dengan jernih sebab menurut dia apabila lembaga terlalu kuat dan tidak ada instrumen yang mengawasi, kekuatan itu bisa menjadi sewenang-wenang. “Jangan terpengaruh ingin kuat dan ingin lemah. Jelas bahwa KPK itu tidak bisa dikontrol, tetapi tidak boleh juga KPK mengontrol diri sendiri,” ujarnya.
Nasir mengatakan bahwa momentum pemilihan pemimpin KPK adalah momentum yang baik untuk memperbaiki KPK. “Bukan berarti ada yang salah di KPK, tetapi meningkatkan daya guna,”ujar Nasir.
Menurutnya KPK harus dikembalikan dengan semangat untuk menyelamatkan negara. “Saya enggak bilang KPK tidak berdaya guna, KPK justru banyak memperoleh keberhasilan menyelamatkan aset negara, penyelamatan keuangan negara, dan lain-lain,” ujarnya.