Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menilai upaya pemberantasan korupsi yang telah diperjuangankan sejak reformasi atau lebih dari 21 tahun terancam dirampas.
Hal itu menyusul kesepakatan semua fraksi atas revisi UU KPK pada rapat paripurna di Komplek Parlemen pada Kamis (5/9/2019).
Dalam rapat itu, DPR menyepakati revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi RUU atas usulan inisiatif DPR untuk kemudian akan dibahas bersama pemerintah.
Ketua Umum YLBHI Asfinawati mencatat sedikitnya ada dua jalur upaya di balik pelemahan KPK yaitu melalui revisi UU KPK dan proses pemilihan calon pimpinan KPK.
"Secara diam-diam revisi UU KPK dilakukan meskipun tidak masuk dalam daftar prioritas legislasi dan rencana pembahasan revisi UU KPK ini tidak pernah terdengar sebelumnya," kata Asfinawati, dalam keterangannya, Jumat (6/9/2019).
Adapun keselarasan pelemahan di antara dua jalur tersebut menurutnya terindikasi pada pertama, pelemahan fungsi penyidikan KPK termasuk di dalamnya penghentian penyidikan sewaktu-waktu dan membuat penggeledahan, penyadapan, dan operasi tangkap tangan ditentukan oleh pihak lain di luar KPK yaitu Dewan Pengawas.
Baca Juga
Kedua, mengontrol pimpinan KPK karena pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum.
Hal ini dilakukan baik dengan berupaya menaruh capim yang rekam jejaknya melemahkan pemberantasan korupsi maupun membuat dewan pengawas untuk mengontrol pimpinan KPK.
YLBHI dan LBH lantas meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak menerbitkan Supres agar revisi terhadap UU KPK yang bertendensi melemahkan pemberantasan korupsi oleh KPK.
"Meminta DPR, sebagai wakil rakyat, untuk mendengar rakyat dan menghentikan tindakan-tindakan pelemahan pemberantasan korupsi termasuk di dalamnya pelemahan KPK," kata Asfinawati.