Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berhasil menekan jumlah penduduk buta aksara yang berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS tahun 2018, jumlah penduduk buta aksara turun menjadi 3,29 juta orang, atau hanya 1,93 persen dari total populasi penduduk.
Jumlah ini terus turun seiring upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam menjalankan beragam program dan kegiatan untuk menuntaskan buta aksara seperti memperkuat program pendidikan keaksaraan dengan budaya, keterampilan, dan bahasa.
"Kami melaksanakan program keaksaraan dalam dua tingkatan, yaitu keaksaraan dasar bagi warga yang masih buta aksara, dan keaksaraan lanjutan bagi yang telah menyelesaikan program keaksaraan dasar,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Harris Iskandar dikutip dari siaran persnya Kamis (29/8/2019).
Kemendikbud melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster, yaitu memusatkan program di daerah-daerah padat buta aksara seperti Papua (22.88 persen), Sulawesi Selatan (4,63 persen), Sulawesi Barat (4,64 persen), Nusa Tenggara Barat (7,51 persen), Nusa Tenggara Timur (5,24 persen), dan Kalimantan Barat (4,21 persen).
Keberhasilan pemerintah Indonesia dalam memberantas buta aksara memperoleh penghargaan dari UNESCO pada tahun 2012, yakni King Sejong Literacy Prize juga dipilih sebagai Komite Pengarah Aliansi Global Literasi (Global Alliance for Literacy) UNESCO.
Maka dari itu, Kemendikbud siap menggelar peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-54 pada tanggal 5 hingga 8 September 2019 di Makassar, Sulawesi Selatan.
Tema HAI ke-54 yang diusung oleh UNESCO adalah “Literacy and Multilingualism”, sehingga mengacu tema tersebut, Kemendikbud menetapkan tema nasional peringatan HAI tahun ini “Ragam Budaya Lokal dan Literasi Masyarakat”.
"Dengan tema ini, kami berharap program pendidikan keaksaraan dapat memanfaatkan peluang dari keberagaman budaya dan bahasa,” tutup Harris.