Kabar24.com, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta keterangan dari mantan Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar pada Jumat (23/8/2019).
Dia diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan suap izin proyek pembangunan kawasan hunian Meikarta di Kabupaten Bekasi yang menjerat Sekda Jabar nonaktif Iwa Karniwa pada Jumat (23/8/2019).
"Dari saksi mantan Wagub Jabar [Deddy Mizwar], penyidik mendalami keterangan terkait pembahasan RDTR Kabupaten Bekasi di Pemprov Jawa Barat yang dipimpin saksi saat itu," kata Juru bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (23/8/2019).
Selain Deddy, tim penyidik secara bersamaan rampung memeriksa Support Service Project Management PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) Edi Triyanto sebagai saksi untuk tersangka yang sama.
Menurut Febri, tim penyidik KPK mendalami soal pengajuan proyek Meikarta seluas 480 hektare Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Sementara itu, satu saksi dari Staf Perizinan LPCK Satriyadi mangkir dari pemanggilan KPK. "Tidak hadir tanpa keterangan."
Baca Juga
Sebelumnya, Deddy Mizwar mengaku hanya dikonfirmasi oleh penyidik terkait rapat-rapat yang digelar Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jawa Barat soal perizinan Meikarta.
"Mendalami hasil-hasil rapat BKPRD. Jadi ada keputusan-keputusan BKPRD yang dikaji kembali, ditanyakan kembali dan beberapa surat yang saya juga baru tahu," ujarnya saat keluar dari lobi Gedung KPK.
Menurut Deddy, tim penyidik menggali soal jalannya rapat tersebut seperti apa saja yang dibahas dan juga hasil dari keputusan di rapat itu.
Sementara itu, dia enggan memperinci soal surat yang baru saja diketahui olehnya saat pemeriksaan.
"Kalau hasil rapat rata-rata sama. Tetapi setelah dari rapat-rapat tadi, ada surat-surat, itu yang tadi dikonfirmasi. Saya juga enggak tahu sampai sejauh mana kebenarannya itu," kata dia.
Selain itu, lanjut dia, tim penyidik juga turut mendalami terkait dengan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017.
"Ya pasti, [soal] Raperda, ya, karena, kan, Pak Iwa [jadi tersangka] salah satunya tentang itu," katanya.
Deddy enggan menjelaskan lebih jauh materi penyidikan dan lebih memilih untuk melihat hasil perkembangannya di persidangan. Dia mengaku kemungkinan akan dihadiri sebagai saksi di sidang tersebut.
Dalam kasus ini, ada indikasi perubahan peraturan tata ruang untuk proyek Meikarta yang berada dalam kewenangan DPRD. Setidaknya ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan megaproyek itu.
Berdasarkan rekomendasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jawa Barat, Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) proyek Meikarta hanya seluas 84,6 hektare.
Namun, Meikarta dengan pengembangnya PT Mahkota Sentosa Utama jor-joran mengiklankan dan berencana akan membangun proyeknya seluas 500 hektare.
Dari situ, KPK menduga ada pihak yang mengubah aturan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang baru di Kabupaten Bekasi. Aturan itu diduga sengaja diubah untuk memuluskan kepentingan proyek Meikarta.
Sebelumnya, KPK juga telah mendalami proses pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) di DPRD Bekasi kepada sejumlah saksi.
Sebelum Iwa menjadi tersangka, KPK juga pernah memeriksanya sebagai saksi dan digali terkait dengan pengubahan aturan tata ruang yang dilakukan Pemda Kab. Bekasi untuk kepentingan pembangunan proyek Meikarta.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Sekda Jabar Iwa Karniwa dan mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang Tbk., Bartholomeus Toto sebagai tersangka baru berdasarkan pengembangan kasus dugaan suap Meikarta.
Iwa Karniwa diduga telah menerima uang Rp900 juta dari PT Lippo Cikarang melalui sejumlah perantara. Mulanya, Iwa meminta uang Rp1 miliar untuk menyelesaikan proses RDTR di provinsi.
Sementara eks-Presiden Direktur Lippo Cikarang Bartholomeus Toto, diduga berperan dalam mengalirkan uang suap senilai Rp10,5 miliar untuk mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin terkait dengan pengurusan perizinan proyek Meikarta.
Iwa Kurniwa dalam perbuatannya diduga melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 mengenai tindak pemberantasan korupsi.
Sementara, Bartholomeus Toto selaku pemberi suap disangkakan dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 mengenai tindak pemberantasan korupsi.
Adapun sebelumnya, dalam kasus ini sembilan orang baik dari jajaran Pemkab Bekasi dan pihak Lippo sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Bandung dengan hukuman yang bervariasi.