Bisnis.com, JAKARTA -- Politisi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman mengharapkan Mahkamah Konstitusi memanggil Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP dalam sidang pemeriksaan perkara sengketa hasil Pileg 2019.
Harapannya, DKPP dapat menjelaskan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatra Utara. Penyelenggara pemilu di daerah itu telah diadukan Rambe ke DKPP karena mengabaikan putusan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sumut.
Karena rekomendasi Bawaslu tidak dijalankan, Rambe dikalahkan oleh Lamhot Sinaga dalam memperebutkan kursi DPR jatah Golkar di Dapil Sumut II. Rambe lantas menggugat hasil Pileg 2019 ke MK untuk menyelesaikan sengketa sesama caleg Golkar.
“Kami mohon kiranya dapat dihadirkan pihak DKPP sekiranya diputuskan DKPP pengaduan kami,” ujar Robi Anugrah Marpaung, kuasa hukum Rambe, dalam sidang sengketa hasil Pileg 2019 di Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Menanggapi permintaan itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih tidak dapat menjanjikan pemanggilan DKPP. MK perlu mendalami terlebih dahulu urgensi pemeriksaan lembaga tersebut dalam sidang mendatang.
Dengan pelibatan DKPP, bertambah lagi lembaga yang nimbrung dalam perseteruan dua caleg Golkar. Mereka adalah KPU, Bawaslu, MK, dan DKPP.
Baca Juga
KPU menetapkan Golkar meraup 237.111 suara di Dapil Sumut II. Sesudah dikonversi menjadi kursi DPR, partai politik berlogo beringin tersebut berhak mengirimkan seorang wakil ke Senayan.
Di antara 10 caleg Golkar, Lamhot mengumpulkan suara terbanyak dengan 53.398 suara, disusul Rambe dengan 52.441 suara. Namun, pemohon mengklaim seharusnya mengoleksi 54.450 suara.
Robi menjelaskan hilangnya 2.009 suara Rambe terjadi karena kesalahan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tiga kecamatan di Kabupaten Nias Barat. Menurutnya, Rambe memperoleh 2.777 suara saat rekapitulasi di tingkat kecamatan, tetapi diubah KPU menjadi 768 suara pasca-pembongkaran kotak suara.
“Terkait permasalahan ini, kami sudah membuat pengaduan keberatan ke Bawaslu Sumut dan dinyatakan dalam putusannya bahwa produk hukum berupa perubahan formulir DA1 dan DB1 adalah produk cacat hukum dan batal demi hukum,” tuturnya.
Namun, Robi mengatakan putusan Bawaslu Sumut tidak ditindaklanjuti oleh KPU Sumut. Untuk itulah, Rambe mengadukan penyelenggara pemilu tersebut ke DKPP yang proses pemeriksaannya berbarengan dengan sengketa di MK.
Mengingat permohonan di MK adalah sengketa caleg internal, Robi mengklaim kliennya telah mendapatkan persetujuan tertulis dari DPP Golkar. Senada, kuasa hukum Lamhot pun mengklaim DPP Golkar merestui kliennya mengajukan diri sebagai pihak terkait guna merespons permohonan Rambe.
Muslim Jaya Butarbutar, kuasa hukum Lamhot, menilai putusan Bawaslu Sumut yang didalilkan oleh Rambe tidak memenuhi syarat formil. Alasannya, sidang putusan dilaksanakan pada 18 Mei yang jatuh pada hari Sabtu.
“Makna hari dalam Bawaslu mememeriksa dan memutus pelanggaran administrasi pemilu wajib pada hari kerja,” ujarnya dalam keterangan tertulis sebagai pihak terkait.