Bisnis.com, JAKARTA — Capres petahana Joko Widodo diprediksi semakin pragmatis dalam menakhodai pemerintahan periode keduanya pada 2019-2024.
Pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto menyatakan hal tersebut dalam diskusi bertajuk 'Perbandingan dan Praktek Demokrasi Liberal 1955 dan 2019' di bilangan Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2019).
Wijayanto berpendapat, hal ini merupakan akibat Jokowi tak memiliki beban lagi menghadapi Pemilu selanjutnya, serta kecenderungan memprioritaskan developmentalisme atau ideologi pembangunan.
"Jokowi akan ngebut saja untuk membangun infrastruktur. Soal kebebasan media, kebebasan sipil, ya, itu boleh dikesampingkan dulu, mungkin begitu," ungkapnya.
Wijayanto pun memperkuat pendapatnya dengan menyebut beberapa penelitian yang membuktikan bahwa era pemerintahan Jokowi mulai terlihat pragmatis.
Di antaranya, lewat aturan pembubaran ormas tanpa proses hukum, pengabaian kasus korupsi, pemblokiran sosial media berdalih stabilitas keamanan, upaya memperlemah oposisi secara sistematis, serta menunda penegakan HAM.
Baca Juga
Oleh sebab itu, dalam kesempatan yang sama Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan, Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fajar Nursahid berharap pemerintah Jokowi ke depan mau mendukung perkembangan demokrasi di Indonesia melalui penguatan peran tiga unsur.
Yaitu, dengan tidak mencampuradukkan peran pemerintah atau negara (State) dengan masyarakat (Civil Society) dan pemodal swasta (Market), supaya timbul check and balances atas segala manuver pemerintah.
"Ke depan harus ada yang mengontrol, supaya kalau benar ya katakan benar, kalau salah ya salah. Kalau [pembagian peran] ini tidak terjadi, maka saya kira politik kita tidak akan bergeser ke arah manapun dan akan terus terulang," jelasnya.
"Harus ada yang mem-balance, supaya negara juga lebih kuat dan tidak asal main tangkap. Tapi kalau ada yang baik ya, kita katakan baik dan akui mendukung," tambah Fajar.
Sementara itu, Pengamat Politik Fachry Ali berharap banyak bahwa Jokowi mampu melewati pemerintahan keduanya tanpa adanya masalah yang berarti terkait perkembangan demokrasi Indonesia.
Sebab, fenomena munculnya Jokowi merupakan pertama kalinya Indonesia mengakui kepemimpinan non-elit. Oleh sebab itu, seharusnya Jokowi yang sejak awal dipercaya menyandang predikat 'pemimpin rakyat', mampu konsisten mempertahankan sikap politiknya.