Bisnis.com, JAKARTA – Tujuh orang jurnalis menjadi korban saat menjalankan tugasnya di lokasi kerusuhan dalam aksi massa di Jalan MH Thamrin, Rabu (22/5/2019).
Berdasarkan catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, ada setidaknya 7 jurnalis yang menjadi korban.
Mereka mengalami kekerasan, intimidasi dan persekusi sejak kericuhan terjadi pada Rabu (22/5/2019) dini hari. Para jurnalis yang dimaksud adalah Budi Tanjung (Jurnalis CNNIndonesia TV), Ryan (CNNIndonesia.com), Ryan (Jurnalis MNC Media), Fajar (Jurnalis Radio Sindo Trijaya), Fadli Mubarok (Jurnalis Alinea.id), dan dua jurnalis RTV yaitu Intan Bedisa dan Rahajeng Mutiara
Hingga kini, AJI Jakarta masih mengumpulkan data dan verifikasi para jurnalis yang menjadi korban. Akan tetapi, dapat disimpulkan bahwa para jurnalis menjadi korban karena kegiatannya meliput aksi di sekitar Gedung Bawaslu.
Ada sejumlah jurnalis yang disebut AJI Jakarta dilarang aparat kepolisian merekam aksi penangkapan orang-orang yang diduga sebagai provokator.
"Budi Tanjung, jurnalis Transmedia, salah satunya. Budi dipukul di bagian kepala dan rekaman videonya di ponsel dihapus oleh beberapa anggota Brimob di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, pada Rabu dini hari," kata Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani Amri dalam keterangan tertulis kepada wartawan.
Baca Juga
Kekerasan terhadap jurnalis juga dilakukan oleh massa aksi. Mereka sempat melakukan persekusi dan merampas peralatan kerja jurnalis seperti kamera, telepon genggam, dan alat perekam.
Tak sedikit massa yang memaksa para wartawan menghapus semua dokumentasi berupa foto maupun video. Beberapa jurnalis bahkan mengalami tindak kekerasan fisik berupa pemukulan.
"Tindakan yang mengintimidasi jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan itu bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik. Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta," tuturnya.
Atas kejadian itu, AJI Jakarta mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis.
AJI Jakarta juga mengimbau para pemimpin media untuk bertanggung jawab atas keselamatan jurnalis saat bertugas di lapangan, dan memberikan pembekalan pengetahuan Safety Journalist dan beri penanganan trauma yang terjadi selama peliputan.
"Ketiga, mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan," ujarnya.