Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Penasihat Persaudaraan Alumni 212 Eggi Sudjana menganggap kepolisian telah melanggar dan tidak netral karena menetapkan dirinya sebagai tersangka. Statusnya dinaikkan karena dianggap melakukan makar.
Eggi mengatakan bahwa kepolisian tidak memperhatikan tahapan dalam proses hukum. Hal ini karena untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka sebagai pelaku makar tidaklah sembarangan.
“Karena kalau tuduhannya makar, maka tidak perlu namanya laporan polisi kalau saya betul-betul makar mestinya langsung ditangkap, namanya makar,” katanya saat aksi di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Akan tetapi saat ini Eggi masih menghirup udara bebas. Dia menjelaskan bahwa ada tiga kategori makar. Pertama adalah makar terhadap keselamatan presiden dan wakilnya. Ini ada pada pasal 104 KUHP.
Kedua, makar terhadap sebagian wilayah Indonesia yang tercantum pada pasal 106 KUHP. Terakhir, terkait pasal 107 KUHP soal makar terhadap pemerintah yang sah. Di antara ketiga itu, Eggy mengklaim tidak masuk kategori semuanya.
“Saya tidak mempersoalkan presiden. Yang saya persoalkan adalah calon presiden [capres]. Kalau capres hukumnya sama dengan kita. Dasarnya [UUD 1945] pasal 27 ayat 1, setiap orang kebersamaan kedudukannya dalam pemerintahan dan hukum tanpa terkecuali," jelasnya.
Baca Juga
Eggi mengaku bermaksud untuk menyatakan pendapat di muka umum dan dibenarkan oleh hukum dengan mengatakan akan menggunakan people power. Alasannya dia melihat terjadi kecurangan pemilihan umum secara terstruktur, sistematis, massif pada 17 April lalu.
Jadi, sangat tidak benar people power yang dimaksudnya identik dengan makar. Dia malah heran kasusnya lebih penting daripada mengusut kecurangan pemilu salah salah satunya kesalahan input penghitungan suara di sistem informasi penghitungan Komisi Pemilihan Umum.
“Kenapa polisi tidak periksa kecurangan ini. Kenapa justru saya dituduh makar. Ini kan satu bukti kalau polisi sudah tidak netral,” ucapnya.