Bisnis.com, JAKARTA - Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah, memutuskan untuk menunda penerapan hukuman mati terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, trasngender (LGBT) yang melanggar hukum syariah. Keputusan ini diambil setelah negara kaya minyak itu menjadi sasaran kritik dan blokade internasional.
"Saya menyadari banyak sekali pertanyaan dan kekeliruan yang timbul akibat implementasi SPCO [Undang-Undang Hukum Pidana Syariah]. Kendati demikian, kami meyakini ketika hal ini jelas, kebaikan hukum tersebut akan terlihat," kata Sultan Hassanal dalam pidato jelang Ramadan yang dikutip Reuters, Senin (6/5/2019).
Hukuman mati bagi pelaku seks sesama jenis, zina, dan pemerkosaan mulai berlaku di negara berpenduduk mayoritas muslim itu sebagai bagian dari penerapan syariat Islam terbaru. Para pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran akan menerima hukum rajam atau dilempari batu sampai kehilangan nyawa.
Brunei telah berulang kali membela pemberlakuan syariat Islam dalam sistem pidana mereka. Sistem hukum yang diadopsi secara bertahap sejak 2014 tersebut juga mengatur hukuman mati bagi pengedar narkoba dan pelaku pembunuhan. Namun, Brunei tercatat belum pernah mengimplementasikan eksekusi mati sejak 1957.
"Sebagai bukti, kami telah mempraktikkan moratorium eksekusi hukuman mati selama lebih dari dua dekade untuk sejumlah kasus hukum umum. Hal ini juga akan diterapkan pada kasus-kasus di bawah SPCO dan memberikan ruang yang lebih luas untuk remisi," sambung Sultan Hassanal.
Penerapan hukuman mati yang bisa menjerat kelompok LGBT di Brunei sempat menuai protes dan aksi penentangan dari berbagai pihak. Aktor George Clooney dan musikus Elton John adalah segelintir pesohor yang menolak pemberlakuan aturan tersebut.
Baca Juga
Pemberlakuan hukum syariat itu juga mendorong para selebritas dan kelompok hak asasi untuk melakukan boikot terhadap hotel-hotel yang berafiliasi dengan Sultan Brunei, termasuk hotel Dorchester di London dan Beverley Hills di Los Angeles.
Beberapa perusahaan multinasional juga mengeluarkan larangan bagi pekerjanya untuk menggunakan hotel-hotel tersebut. Di lain pihak, sejumlah perusahaan perjalanan berhenti mempromosikan Brunei sebagai destinasi wisata.