Bisnis.com, JAKARTA - Pemilu Serentak 2019 diakui banyak kalangan sebagai pemilu terumit dan berdampak pada tingginya tingkat kelelahan petugas KPPS.
Sudah 380-an petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia karena kelelahan menjalankan tugas-tugasnya menyukseskan Pemilihan Umum 2019. Belum lagi jumlah petugas KPPS yang sakit.
Sudah semestinya penyelenggaraan pemilu serentak yang meliputi pemilihan presiden, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD tingkat I dan DPRD tingkat II bisa lebih disederhanakan, juga dipermudah dan dipercepat pelaksanaannya.
Pemilihan umum (pemilu) elektronik dinilai sebagai solusi mengatasi kerumitan pemilu serentak.
Dalam pemilu elektronik, proses pemungutan maupun penghitungan suara menggunakan perangkat elektronik atau teknologi informasi yang bisa membuat pemilu berlangsung cepat, akurat dan efisien.
Pemungutan suara elektronik dapat dilakukan dengan metode "satu sentuhan satu suara" (one touch one vote), sekaligus bermanfaat untuk menjaga keaslian suara pemilih dan akurasi penghitungan suara.
Pemilu elektronik juga dapat mendorong efisiensi biaya, karena hanya perlu pengadaan seperangkat personal computer (PC) dengan layar sentuh, printer, smartcard, smartcard reader, dan tidak memerlukan ribuan lembar surat suara. Dibutuhkan biaya logistik yang besar untuk distribusi surat suara.
Perangkat pemilu elektronik juga dapat digunakan berulang kali untuk pemilihan pemimpin di berbagai periode termasuk presiden dan wakil presiden, anggota legislatif, gubernur, bupati/wali kota hingga kepala desa.
"Pemilu elektronik memudahkan pemilih untuk memilih, dan hasil penghitungan suara juga cepat, akurat dan efisien," kata Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andrari Grahitandaru kepada ANTARA, di Gedung BPPT, Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Pemilu elektronik juga dapat menjadi solusi efisiensi bagi penggunaan sumber daya manusia, seperti kebutuhan yang melimpah atas petugas KPPS di berbagai tempat pemungutan suara.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan teknologi pemungutan suara elektronik (e-voting) dan rekapitulasi perolehan suara elektronik (e-rekapitulasi) bisa digunakan sebagai salah satu solusi meminimalkan kerumitan pemilu serentak di Indonesia.
Zudan menilai kerumitan pemilu serentak 2019 disebabkan pencoblosan oleh pemilih dan penghitungan surat suara secara manual oleh petugas penyelenggara dan pengawas.
Lebih dari 300 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia selama pelaksanaan pemungutan suara hingga penghitungan perolehan suara pada pemilu 2019.
"Penyebab utama petugas KPPS meninggal dunia salah satunya adalah faktor kelelahan. Agar tidak bertambah lelah lagi dalam pemilu yang akan datang, salah satu alternatifnya adalah desain pemilu dengan e-voting," kata Zudan.