Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyoroti keberadaan badan penjagaan laut yang bermacam-macam sehingga kewenangan penegakan hukum tumpang-tindih.
Dalam catatannya, setidaknya ada lima lembaga yang saat ini menegakkan hukum di laut, mencakup Badan Keamanan Laut, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kementerian Perhubungan, Ditjen Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI Angkatan Laut, serta Kepolisian Air dan Udara. Agus menyampaikan perlunya perampingan atau rightsizing kelembagaan.
"Di negara maju, hanya ada coast guard dan navy. Navy untuk urusan ke luar, coast guard untuk urusan ke dalam. Sementara kita, yang urusan ke dalam itu masih banyak sekali," katanya dalam kegiatan Deklarasi dan Komitmen Bersama Pembangunan Kawasan Bandara dan Pelabuhan Laut Berintegritas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Menurut Agus, pemerintah harus membuat time frame perampingan yang jelas. Pemerintahan baru harus melakukan terobosan. "Harus kita lihat, lembaga ini yang paling baik itu ukurannya seberapa besar," tuturnya.
Dia mengaitkan, jumlah kelembagaan di pemerintahan dengan rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta. Jumlah kementerian/lembaga yang sangat jumbo akan merepotkan ketika rencana pemindahan ibu kota diwujudkan.
"Komisi dan badan pemerintah nonkementerian lebih dari 80. Apakah [jumlah] ini perlu? Kemudian pindah ibu kota, apa nanti berbondong-bondong?"
Pembentukan badan tunggal penjaga laut dan pantai atau sea and coast guard sesungguhnya amanat UU No 17/2008 tentang Pelayaran. Sesuai regulasi itu, sea and coast guard harus dibentuk tiga tahun setelah UU terbit atau pada 2011.
Akibat jumlah lembaga yang banyak, setiap instansi yang merasa berwenang dapat menghentikan kapal di tengah laut untuk memeriksa dokumen. Kendati sudah mengantongi surat persetujuan berlayar (SPB) dan semua persyaratan sudah lengkap, instansi kadang mencari kesalahan yang hanya dapat diselesaikan ketika nakhoda kapal membayar pungli. Selain menghambat perjalanan kapal, perilaku ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Pembentukan badan tunggal turut menjadi perhatian pengusaha pelayaran nasional yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners Association (INSA) dan sempat disampaikan dalam beberapa kesempatan.
Bahkan dalam catatan INSA, ada 18 instansi yang memiliki kewenangan memeriksa atau pun menangkap kapal di tengah laut. Setiap instansi berwenang atas dasar peraturan perundangan yang menaunginya. Menurut dia, kondisi ini menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan waktu operasional kapal tidak efisien.
"Badan tunggal penegakan hukum di laut dibutuhkan untuk mendorong efektivitas dan efisiensi operasional kapal," kata Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto.