Bisnis.com, JAKARTA - Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manulip diduga meminta fee sebesar 10 persen ke kontraktor terkait proyek di Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara.
Sri dan dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Talaud, Selasa (30/4/2019).
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan memaparkan kontruksi dari perkara ini. Mulanya, tim KPK mendapatkan informasi adanya permintaan fee 10 persen dari bupati melalui tersangka Benhur Lalenoh selaku orang kepercayaan bupati kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Talaud.
Menurut Basaria, Benhur bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan fee 10 persen.
Benhur kemudian menawarkan kepada tersangka Bernard Hanafi Kalalo selaku kontraktor terkait adanya proyek di Kabupaten Talaud dan meminta fee 10 persen.
"Sebagai bagian dari fee 10 persen tersebut, BNL [Benhur Lalenoh] meminta BHK [Bernard Hanafi Kalalo] memberikan barang-barang mewah kepada SWM [Sri Wahyumi Manulip] selaku Bupati Talaud," kata Basaria dalam konferensi pers, Selasa (30/4/2019).
Selanjutnya, pada pertengahan April, untuk pertama kalinya tersangka Benhur mengajak Bernard untuk diperkenalkan ke Bupati Sri Wahyumi.
Beberapa hari kemudian, berdasarkan perintah bupati melalui Benhur, Bernard diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan bupati di Jakarta.
"Terkait fee yang diharuskan oleh bupati, BNL meminta BHK memberi barang-barang mewah sebagai bagian dari imbalan sebesar 10%," ujar Basaria.
Menurut Basaria, barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan 2 proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo.
Adapun, kode fee yang digunakan dalam perkara ini adalah “DP Teknis".
Tak hanya itu, diduga terdapat proyek-proyek lain yang dibicarakan oleh tersangka Benhur mengingat dia adalah orang kepercayaan bupati.
KPK juga mengidentifikasi adanya komunikasi yang aktif antara Bupati Sri Wahyumi dengan Benhur atau pihak lain menyoal pembicaraan proyek di Talaud.
Komunikasi aktif itu pun terkait dengan pemilihan merek tas dan ukuran jam yang diminta sang bupati.
"Sempat dibicarakan permintaan tas bermerek Hermes dan Bupati [Sri Wahyumi] tidak mau [jika] tas yang dibeli sama dengan tas yang sudah dimiliki oleh seorang pejabat perempuan Iain di sana," ujar Basaria.
Akhirnya, barang-barang mewah itu pun berupa handbag Channel senilai Rp97.360.000 dan tas Balenciaga Rp32.995.000.
Kemudian, jam tangan merek Rolex senilai Rp224.500.000, anting berlian Adelle seharga Rp32.075.000, cincin berlian Adelle senilai Rp76.925.000, serta uang tunai sebesar Rp50.000.000.
Barang bukti tersebut total mencapai Rp513.855.000 dan telah diamankan KPK sebagai barang bukti.
Atas perbuatannya, Sri dan Benhur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Bernard, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.