Bisnis.com, JAKARTA - Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1, Idrus Marham, tetap membantah terlibat dalam kasus PLTU Riau-1. Bahkan, dia berani bersumpah tak tahu menahu terkait penerimaan uang senilai Rp4,75 miliar.
Uang itu diterima mantan Wakil ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dari pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Sebagai seorang muslim, saya bersumpah demi Allah tidak tahu penerimaan itu, sehingga cukuplah Allah yang tahu bahwa saya tidak tahu sama sekali," ujar Idrus Marham usai menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019).
Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar itu divonis 3 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat karena diyakini melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dia terbukti menerima suap senilai Rp2,25 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.
Idrus mengaku tak menahu adanya penerimaan uang dari sejumlah pengusaha seperti Kotjo dan Samin Tan untuk Eni Saragih seperti dalam dakwaan jaksa.
Baca Juga
Apalagi, dia mengaku Eni Saragih masih sempat meminjam uang kepadanya untuk kepentingan pencalonan suaminya di Pilkada Temanggung.
"Kalau saya tahu Eni Saragih menerima uang dari banyak, tidak mungkin juga saya meminjamkan uang," kata dia.
Selain itu, dia juga mengaku tak pernah membahas proyek PLTU Riau-1 saat bertemu Dirut PLN Sofyan Basir mengingat pertemuan itu hanya membahas terkait CSR.
Dia menyebut semua dakwaan jaksa yang berujung pada vonis 3 tahun penjara adalah karangan belaka.
"Kalau dikatakan tadi itu ada pertemuan nah ini kelihatan ada ngarangnya. Bagaimana saya bisa merespon kalau saya tidak tahu. Ya, saya tidak tahu," ujarnya.
Terkait putusan majelis hakim, dia mengaku akan menggunakan waktu 7 hari sesuai undang-undang yang berlaku guna berpikir apakah akan mengajukan banding atau tidak.
Terlebih, hakim menyebutkan bahwa dia tidak menikmati hasil korupsinya sehingga akan dikaji dan dianalis lebih lanjut.
"Saya punya komitmen bahwa Indonesia ini adalah negara hukum dan karena itu hukumlah yang harus menjadi panglima," katanya.