Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gugatan Ditolak MK, Robert Tantular Tetap Jalani Pidana Kumulatif 21 Tahun

Robert Tantular dipidana penjara selama 21 tahun yang merupakan akumulasi empat vonis perkara berbeda.

Kabar24.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan bekas pemegang saham Bank Century Robert Tantular mengenai pengaturan akumulasi pidana bagi terpidana.

Sebagaimana diketahui, Robert dipidana penjara selama 21 tahun yang merupakan akumulasi empat vonis perkara berbeda. Namun, dia menganggap tidak adil proses penanganan perkaranya oleh aparat penegak hukum.

Robert mengklaim empat kejahatan yang dituduhkan kepadanya bisa digolongkan concursus realis atau gabungan beberapa tindak pidana. Alasannya, empat perbuatan kriminal tersebut diancam dengan pidana pokok yang sejenis dan dilakukan di tempat kejadian tindak pidana (locus delicti) dan waktu peristiwa tindak pidana (tempus delicti) yang sama.

Menurut Robert, gabungan tindak pidana tidak seharusnya digarap dalam berkas perkara berbeda. Faktanya, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri memisahkan gabungan tindak pidananya dalam empat perkara terpisah sehingga berujung pada empat vonis pengadilan.

Jika empat tindak pidana itu digarap dalam satu perkara saja, Robert mengklaim pidana yang dijatuhkan kepadanya bukan kumulatif 21 tahun, melainkan tidak lebih dari maksimal ancaman pidana terberat ditambah sepertiganya. Dari empat putusan pengadilan, pidana terberat terhadap Robert adalah 10 tahun penjara, sisanya 9 tahun, 1 tahun, dan 1 tahun.

Robert menganggap hukuman kumulatif itu dimungkinkan dengan eksistensi Pasal 272 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 272 KUHAP menyatakan, “Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu.”

Adapun, Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 KUHP mengatur tata cara penuntutan dan penjatuhan pidana atas tindak pidana berbarengan (concursus idealis), tindak pidana berlanjut (voortgezette handeling), atau gabungan beberapa tindak pidana (concursus realis).

Robert pun menggugat Pasal 272 KUHAP dan Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 KUHP ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap inkonstitusional. Dengan meminta pembatalan, putusan pengadilan dalam empat perkaranya bisa dimasukkan dalam skema vonis gabungan tindak pidana. Konsekuensinya bila dikabulkan, Robert tidak menjalani pidana secara kumulatif, tetapi dihukum penjara selama ancaman pidana terberat ditambah sepertiganya.

Berbeda dengan dalil Robert, MK menganggap Pasal 272 KUHAP dan Pasal 63, Pasal 64, serta Pasal 65 KUHP tidak bertentangan dengan konstitusi. Malahan, menurut MK, norma-norma tersebut menjamin pelindungan hak asasi manusia (HAM).

“Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar Putusan MK No. 84/PUU-XVI/2018 di Jakarta, Senin (15/4/2019).

Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul menjelaskan Pasal 272 KUHAP mengatur eksekusi putusan pengadilan ketika seseorang dipidana dengan pidana penjara dan belum menjalani pidana, tetapi dijatuhi pidana lagi. Alhasil, terpidana harus menjalani pidana secara berturut-turut yang diawali dengan pidana yang duluan dijatuhkan.

Menurut Manahan, pasal tersebut tidak mengecualikan apakah ada keterkaitan atau tidak dengan tindak pidana berbarengan, tindak pidana berlanjut, atau gabungan beberapa tindak pidana. Oleh karena itu, semua tindak pidana yang ada kaitan dengan tiga jenis tindak pidana tersebut tidak selalu berkorelasi dengan proses atau tata cara persidangan.

Namun, dia tidak memungkiri pelimpahan berkas perkara yang berkaitan dengan tindak pidana berbarengan, tindak pidana berlanjut, dan gabungan beberapa tindak pidana berpotensi tidak dilakukan secara serentak yang berakibat jatuhnya putusan secara tidak bersamaan.

“Hal tersebut adalah persoalan praktik penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum. Dalam batas-batas tertentu, permasalahan demikian sulit dihindari karena berbagai faktor penghambat,” ujar Manahan.

MK juga menilai tidak ada persoalan konstitusionalitas dalam Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 64 KUHP. Kendati mengakui ada masalah impelementasi, ketiga pasal tersebut malah dipandang memberikan jaminan perlindungan HAM.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper