Bisnis.com, JAKARTA - Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan mengakui peristiwa penembakan yang terjadi di dua masjid di Christchurch pada Jumat pekan lalu merupakan peringatan akan ancaman kelompok ekstremis sayap kanan.
Hal ini diungkapkan Quinlan menyusul fakta yang menunjukkan bahwa pelaku teror yang menewaskan 50 orang itu merupakan seorang warga Australia yang diketahui mendukung supremasi kulit putih dan mendukung ide-ide ekstremis sayap kanan.
Selain itu, komentar seorang senator Australia, Fraser Anning yang justru menyalahkan kebijakan imigrasi Negeri Kanguru sebagai penyebab aksi teror di Christchurch pun mendapat perhatian dari Quinlan.
Dalam pernyataan resmi bernada rasis yang dirilis Anning usai aksi teror Christchurch, ia menyebutkan serangan yang terjadi adalah buah dari ketakutan yang semakin besar atas kehadiran Muslim yang meningkat di Australia dan Selandia Baru.
"Pernyataan Anning mengingatkan kita bahwa komentar seperti itu harus segera ditolak secara luas. Namun implikasi lainnya adalah, masyarakat seperti saya sekarang jauh lebih waspada terhadap bahaya ideologi dan patologi ekstremis sayap kanan karena orang-orang ini tidak hanya mempengaruhi secara ideologi tetapi juga secara patologis," ungkap Quinlan kala bertemu dengan petinggi Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Selasa (19/3/2019).
Quinlan mengakui bahwa gerakan ekstremis sayap kanan masih sulit dideteksi oleh pemerintah, pasalnya, ia bergerak sendiri dan diketahui tak terlibat dengan jaringan manapun. Berdasarkan pernyataan Kepolisian Australia, Tarrant sang pelaku pun melakukan aksi ini sendiri dan tak pernah masuk daftar pengawasan otoritas setempat.
"Saya pikir permasalahan saat ini adalah terdapat sekelompok ekstremis sayap kanan [di tengah masyarakat]. Kami menolak kehadirannya di tengah masyarakat dan kehadirannya meningatkan kita bahwa ini merupakan masalah yang serius yang harus mendapat perhatian lebih," ujarnya.