Bisnis.com, JAKARTA – Bersyukur. Mungkin itu yang dirasakan Dian Fajrina saat ini. Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala ini luput dari tragedi penembakan di Masjid An Noor, Christchurch, Selandia Baru.
"Dari Senin lalu, kami berencana salat Jumat di masjid Christchurch," ujar Dian melalui keterangan resminya Sabtu (16/3/2019).
Namun, rencana ini gagal sebab mobil yang biasa mereka tumpangi rusak dan harus masuk bengkel. Dian bercerita, dia bersama suami beserta empat orang anaknya baru tiba kembali di Christchurch, setelah 11 bulan di Aceh menyelesaikan dua pilot study di Universitas Syiah Kuala dan UIN Ar Raniry Banda Aceg. Jarak rumahnya dengan lokasi kejadian cukup dekat, hanya 3,7 kilometer.
Suami dan anak-anaknya kerap salat di Masjid An Noor, Christchurch. Akan tetapi, keinginan itu gagal Jumat lalu saat serangan terorisme itu berlangsung. Sebab sejak Rabu, mobil yang kerap mereka tumpangi rusak. Spare part-nya pun harus didatangkan dari Auckland yang berjarak satu jam perjalanan dengan pesawat.
"Jadilah Jumat kemarin mobil masih di bengkel," katanya yang telah menetap di New Zealand sejak 2017 lalu. Selain itu, anak-anaknya juga secara mendadak enggan berangkat sekolah pada hari kejadian akibat cuaca hujan.
"Suami saya juga sakit, jadi tinggal di rumah. Tidak bisa ke masjid."
Hanya Dian yang keluar rumah menuju kampus menggunakan bus. Bahkan menjelang siang, da sempat berbelanja di supermarket. "Saya tiba di rumah sudah pukul 1.40 pm, tepat di saat kejadian."
Beberapa menit kemudian, Dian mendapatkan kabar tentang penembakan teroris di Masjid An Noor, Christchurch. Pesan itu masuk melalui grup whatsapp Persatuan Pelajar Indonesia Canterbury yang mendata nama-nama warga Indonesia dan keadaannya. Dari grup itu Dian mengetahui kondisi warga Indonesia yang berada di lokasi kejadian.
"Ada student yang selamat dari pembantaian. Wallahu a'lam bagaimana cara mereka bisa selamat dari berondongan peluru, karena kita yakin, semua peluru sudah ada alamatnya," ujar Dian yang saat ini menempuh pendidikan di University of Canterbury, School of Teacher Education.
Setelah pembantaian terjadi, sekolah dan kampus dikunci. Para siswa dan mahasiswa dilarang keluar hingga situasi aman. Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris ini, mengaku bersyukur sebab di saat kejadian ia dan keluarganya berada di rumah. Ia turut berduka cita banyak jamaah masjid yang menjadi korban.
"Pukul 6 pm baru dikeluarkan pengumuman mereka yang terperangkap di sekolah dan kampus boleh pulang. Dan warga diarahkan tetap di rumah jika tidak ada keperluan."
Di mata Dian, New Zealand adalah rumah nyaman bagi warga muslim. Ini terbukti banyak muslim dari berbagai negara yang tinggal di negara ini. Bahkan, menemukan perempuan berjilbab bukan perkara sulit.
"Di tempat saya kuliah ada beberapa orang muslim. Mereka berasal dari Mesir, Arab Saudi, Pakistan, Maladewa, Malaysia, bahkan Fiji," pungkas Dian yang pernah mengisi kajian Islam di Masjid An Noor.
Sebelumnya, pada Jumat (15/03/2019) aksi terorisme di Christchurch menyebabkan 49 orang kehilangan nyawa danlebih dari 20 orang terluka. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyebut aksi tersebut sebagai "serangan teroris".