Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

YLBHI : Robertus Robet Tak Bermaksud Hina TNI

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan bahwa jeratan pidana terhadap aktivis dan pengajar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet patut dipertanyakan.
Tentara Nasional Indonesia/Antara
Tentara Nasional Indonesia/Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan bahwa jeratan pidana terhadap aktivis dan pengajar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet patut dipertanyakan.

Direktur YLBHI Asfinawati mengungkapkan hal tersebut kepada Bisnis, Kamis (7/3/2019) bahwa konteks Pasal 207 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang menghina suatu penguasa atau badan hukum yang ada di Indonesia, tidak tepat untuk menjerat Robet.

Wanita kelahitan Bitung, Sulawesi Utara, tanggal 6 November 1977 ini melihat adanya ketidakjelasan pihak "penguasa atau badan hukum" yang terhina atas orasi Robet.

Dalam video tersebut, terlihat bahwa konteks utama yang ingin diungkap Robet, yaitu kritik terhadap kebijakan tentara pada masa lalu yang bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), bukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada masa kini.

"Ada ABRI nggak sekarang, namanya TNI kan? Jadi sudah jelas. Masa akademisi seperti Robet, nggak tahu namanya ganti, kan tidak masuk akal. Kalau dia maksudkan untuk sekarang [menghina TNI] kan nggak mungkin,"

Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah merekomendasikan bahwa pasal 207 KUHP ini merupakan delik aduan, sehingga seharusnya pihak yang dihina lah, yang melapor langsung ke kepolisian.

Terlebih, Asfin menjelaskan bahwa dalam video tersebut, Robet hanya bermaksud mencontohkan lagu plesetan Mars ABRI. Robet bahkan menyatakan dirinya mencintai TNI sehingga kritik dalam orasinya dimaksudkan sebagai saran agar TNI bersikap profesional.

Sayangnya, banyak video tersebar dan membuat pernyataan Robet justru keluar dari konteksnya, sehingga membuat Robet seakan-akan menghina TNI.

"Kalau bertanya kepada kami, kita justru bertanya balik kenapa mereka menerapkan pasal itu [207 KUHP]," jelas Asfinawati.

"Video itu dipotong, yang pasti. Sehingga dipilih yang tertentu sehingga maknanya jadi sangat berbeda. Konteksnya sangat berbeda. Kalau kita lihat secara keseluruhan, maka idealnya kita tahu maksudnya lain. Itu sebuah kilas balik tentang kondisi di zaman dulu," jelasnya.

Oleh sebab itu, YLBHI sebagai tim kuasa hukum Robet, menyatakan pihaknya akan mendiskusikan hal ini terlebih dahulu bersama Robet sebagai langkah lanjutan.

"Kuasa hukum sangat tergantung dari yang didampingi, karena belum sempat bertemu, jadi langkah pertama yaitu diskusi," ungkapnya.

Sebelumnya, Robet ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melanggar Pasal 45 A ayat (2) Jo 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang ITE, dan Pasal 207 KUHP. Sebab, orasinya saat aksi Kamisan pada Kamis, (28/2/2019) dianggap menghina institusi TNI.

Kini sebagai tersangka, Robet tidak ditahan pihak kepolisian lebih mengutamakan jerat pidana Pasal 207 KUHP dengan ancaman di bawah 2 tahun penjara. Sedangkan untuk UU ITE, polisi tidak mengutamakannya, sebab menganggap Robet tidak ikut menyebarkan sendiri video orasinya tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper