Bisnis.com, JAKARTA - Eddy Sindoro, terdakwa kasus suap kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, mengaku terkejut setelah divonis 4 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Mendengar pertimbangan dan putusan majelis hakim, saya sangat terkejut," kata Eddy Sindoro usai mendengar amar putusan yang disampaikan Ketua Majelis Hakim Hariono di Pengadilan Negeri Tipikor, Rabu (6/3/2019).
Tak hanya hukuman fisik 4 tahun, Eddy Sindoro juga diwajibkan membayar uang denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Namun demikian, Chairman PT Paramount Enterprise International itu tetap menerima vonis hakim. Eddy Sindoro menyatakan tidak akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
"Tapi, saya percaya majelis hakim mewakili Tuhan, maka saya terima [putusan tersebut]," kata Eddy.
Sedangkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan pikir-pikir dahulu atas putusan Majelis Hakim. Sebelumnya, JPU KPK menuntut Eddy Sindoro lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan.
Baca Juga
Dalam putusannya, Majelis Hakim meyakini Eddy Sindoro bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Eddy Sindoro telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," Kata Ketua Majelis Hakim Hariono saat membacakaan amar putusan, di Pengadilan Negeri Tipikor, Rabu (6/3/2019).
Eddy Sindoro terbukti menyuap Edy Nasution sejumlah Rp150 juta dan US$50.000 agar PN Jakarta Pusat menunda eksekusi putusan (Aanmaning) atas perkara niaga antara PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT KYMCO).
Eddy Sindoro dinilai berperan menyetujui permintaan sejumlah uang tersebut melalui pegawainya Wresti Kristian Hesti.
Selain itu, Eddy Sindoro menyuap Edy Nasution sebesar US$50.000 terkait pengurusan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung yang menyatakan PT Across Asia Limited (PT AAL) pailit pada 31 Juli 2013.
Suap dilakukan agar gugatan PK PT AAL dapat diajukan. Padahal, pengajuan PK telah melewati batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang.
Majelis Hakim menyebut perbuatan Eddy Sindoro tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, hal yang memberatkan lainnya adalah Eddy Sindoro tidak mengakui perbuatannya dan tidak kooperatif saat proses penyidikan.
Adapun hal yang meringankan Eddy Sindoro adalah bersikap sopan selama menjalani proses persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya.