Bisnis.com, JAKARTA - Eddy Sindoro, terdakwa kasus dugaan suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, bersikukuh tidak bersalah dan meminta dibebaskan murni dari segala tuntutan.
Dalam nota pembelaan (pleidoi) yang dibacakan di muka persidangan, Eddy membantah terlibat dalam kasus suap dan menyerahkan uang kepada Edy Nasution melalui seseorang bernama Wresti Kristian Hesti, untuk menyelesaikan sejumlah perkara di PN Jakpus.
"Majelis hakim yang saya muliakan, di hadapan hukum saya tidak bersalah. Tidak ada hukum yang saya langgar dan kejahatan yang saya lakukan," ujar Eddy Sindoro dalam pleidoinya yang berjudul "Melewati Ujian Penderitaan, Menyongsong Hari Depan", Senin (4/3/2019).
Eddy mengatakan bahwa kasus yang menjeratnya tidak ada hubungan sama sekali. Bahkan, lanjut Eddy, hal itu diperkuat dengan keterangan sejumlah saksi yang sudah dihadirkan dalam proses persidangan bahwa aliran dana tersebut tidak berasal darinya.
Chairman PT Paramount Enterprise Internasional itu pun berkilah tidak mendapat keuntungan dari PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan PT Across Asia Limited (AAL) mengingat tidak memiliki kedudukan di dua perusahaan itu.
"Namun mengapa [saya] harus menanggung penderitaan secara semena-mena oleh Jaksa Penutut Umum. Sungguh saya tidak mengerti sampai saat ini," ujar Eddy.
Kepada Majelis Hakim, Eddy mengaku terkejut ketika JPU pada KPK menuntutnya selama 5 tahun penjara. Bahkan, Eddy mengaku sempat menderita di usia yang sudah memasuki usia lanjut dengan segala penyakit yang diderita. Apalagi, bila harus sampai mendekam di penjara.
Eddy mengatakan bahwa segala tuntutan JPU pada KPK tidak meyakinkan. Oleh sebab itu, dia meminta agar dibebaskan murni dari tuntutan yang menjeratnya
"Fakta-fakta persidangan menunjukkan sesungguhnya saya tidak bersalah dan seyogyanya saya dibebaskan murni," kata Eddy Sindoro.
Singgung Pelarian
Dalam pleidoinya, Eddy juga sempat menyinggung soal kepergian ke luar negeri. Pada awalnya, Eddy mengaku ingin pergi ke Amerika Serikat pada 23 April 2016 untuk berobat. Bahkan, tiket ke AS telah diperolehnya.
"Namun tidak jadi [pergi], setelah baca di online terjadi OTT Eddy Nasution dan Doddy serta penggeledahan kantor saya," kata Eddy Sindoro.
Untuk itu, Eddy malah singgah ke Singapura lantaran di Indonesia tidak ditemukan solusi untuk pengobatan penyakitnya. Di sisi lain, dia sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Eddy mengaku ingin menyelesaikan masalah kesehatannya terlebih dahulu sebelum pulang ke Indonesia untuk menyampaikan keterangan pada KPK. Untuk itu, dia berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain.
JPU KPK sebelumnya menuntut Eddy Sindoro lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair enam bulan kurungan.
Eddy Sindoro diyakini bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 junctoPasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menuntut supaya Majelis Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini menyatakan terdakwa Eddy Sindoro terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata JPU KPK Abdul Basir saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Abdul Basir mengatakan Eddy Sindoro diyakini menyuap Edy Nasution sejumlah Rp150 juta dan US$50.000 agar PN Jakarta Pusat menunda eksekusi putusan (Aanmaning) atas perkara niaga antara PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT KYMCO).
Eddy Sindoro dianggap berperan menyetujui permintaan sejumlah uang tersebut melalui pegawainya Wresti Kristian Hesti.
Selain itu, Eddy Sindoro didakwa menyuap Edy Nasution sebesar US$50.000 terkait pengurusan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung yang menyatakan PT Across Asia Limited (PT AAL) pailit pada 31 Juli 2013.
Suap diduga dilakukan agar gugatan PK PT AAL dapat diajukan. Padahal, pengajuan PK telah melewati batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang.
Majelis Hakim akan membacakan vonis Eddy Sindoro pada Rabu (6/3/2019) mendatang.