Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum memutuskan untuk tidak melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur tentang pencetakan surat suara.
Opsi uji materi ini tidak diambil lantaran KPU melakukan usaha lain untuk menyelesaikan isu keterbatasan surat suara bagi pemilih yang berpindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb).
"KPU sudah membahas kemarin, opsi judicial review tidak KPU lakukan. Tapi mungkin ada dari pihak lainnya. Kami mencoba jalan lain," kata Komisioner KPU Viryan Aziz di Kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Adapun salah satu upaya yang saat ini dilakukan KPU untuk menanggulangi masalah surat suara bagi DPTb adalah dengan optimalisasi distribusi pemilih tambahan ke TPS terdekat mengingat terdapat titik-titik tertentu dengan konsentrasi DPTb yang besar.
"Memang sudah ada beberapa titik yang tidak memungkinkan di mana pemilih kategori DPTb terkonsentrasi di titik tertentu dalam jumlah besar. Hal inilah yang kemudian yang sedang kami cari jalan keluar paling efektif," ungkap Viryan.
Berkenaan dengan uji materi, Viryan menjelaskan pula bahwa masyarakat sebagai pemilih sejatinya memiliki hak untuk menjadi pemohon karena memiliki kedudukan hukum.
Baca Juga
Viryan menjelaskan bahwa uji materi bisa dilakukan dalam waktu cepat, dibanding pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang memerlukan persetujuan legislatif terlebih dahulu.
Ia mengungkapkan uji materi ini pernah dilakukan jelang Pemilu 2009 silam. Saat itu, uji materi dirampungkan dalam waktu 2 hingga 3 hari.
Jika uji materi dilakukan, Pasal yang akan diuji di antaranya Pasal 344 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pasal ini, jumlah surat suara pemilu yang dicetak berjumlah DPT ditambah 2% dari total keseluruhan. Adapun 2% surat suara tambahan ini bersifat cadangan untuk mengganti surat suara yang rusak, termasuk bagi pemilih tambahan.
Aturan ini dinilai mengabaikan hak pemilih tambahan yang berpindah TPS lantaran tak menjelaskan ketersediaan khusus surat suara bagi mereka. Selain itu, masalah ini diperumit dengan distribusi pemilih yang tak merata. Di sejumlah daerah, jumlah pemilih yang masuk kategori DPTb bahkan melampaui ketersediaan surat suara cadangan yang dialokasikan undang-undang.
Berdasarkan data KPU, DPTb paling banyak berada di Jawa Timur dengan jumlah kurang lebih 60.000 pemilih, lalu Jawa Tengah 40.000, dan terakhir Jawa Barat 11.000 jiwa.