Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum terus mengejar pemilih yang belum masuk ke daftar pemilih tetap (DPT) agar bisa tercatat dalam daftar pemilih tambahan. Ada beberapa instansi yang menghambat pencatatan.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz mengatakan bahwa ada sebuah perusahaan yang memiliki ribuan pekerja enggan memberikan akses kepada petugas untuk mencatat kependudukan, padahal ada sanksi pidana jika menghalangi.
“Pasal 511 undang-undang 7 tahun 2017 apabila menghalang-halangi pemilih untuk terdaftar itu bisa dikenai dikenakan sanksi pidana. Dan ini akan kami sampaikan karena banyak yang kemungkinan belum mengetahui hal ini,” katanya di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Berdasarkan Pasal 511, setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu bisa dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Viryan menjelaskan bahwa KPU sudah menyampaikan laporan kepada kepolisian siapa saja perusahaan yang belum bersedia memberikan akses. Ini baginya sebagai bentuk kesungguhan ingin melayani dan mengakses pemilih di tempat tersebut.
“Kita akan menempuh upaya hukum salah satunya apabila benar ada dokumen yang otentik bahwa kita tidak diberikan akses,” jelasnya.
Laporan terbaru daftar pemilih tambahan (DPTb) terbaru, hingga 17 Februari terdata sebanyak 275.923 pemilih yang melakukan pindah memilih. Ini tersebar di 87.483 tempat pemungutan suara (TPS).
Sementara itu, DPTb paling banya berada di Jawa Timur dengan jumlah kurang lebih 60.000 pemilih, lalu Jawa Tengah 40.000, dan terakhir Jawa Barat 11.000 jiwa.