Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota DPR Komisi XI Sukiman sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pengurusan dana perimbangan pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Berdasarkan catatan KPK, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menjadi anggota DPR ke-70 yang terjerat kasus korupsi. Sukiman diduga menerima suap dari Pelaksana Tugas dan Pejabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba sebesar Rp2,65 miliar dan US$22.000.
"Sampai saat ini total 70 anggota DPR yang telah diproses dalam berbagai perkara tindak pidana korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (7/2/2019) malam.
Menilik Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis KPK di kanal resminya (acch.kpk.go.id), harta kekayaan Sukiman mencapai Rp5.052.553.698 pada laporan terakhir yang disetorkan 18 Februari 2010.
Angka itu sebetulnya melonjak cukup tinggi bila dibandingkan dengan LHKPN awal yang disetorkan Sukiman pada 26 Desember 2003. Saat itu, harta Sukiman tercatat Rp219.5000.000.
Sukiman juga tercatat memilik aset tidak bergerak berupa tanah di enam daerah Kabupaten Melawi dan Kota Pontianak yang mencapai Rp3,3 miliar. Sedangkan aset bergerak berupa 4 mobil dan 2 motor senilai Rp782 juta. Tak hanya itu, dia juga memiliki usaha SPBU bernilai Rp890 juta.
Baca Juga
Selanjutnya, dia memiliki giro dan setara kas lainnya sebesar Rp28 juta. Adapun Sukiman tidak memiliki utang maupun piutang.
Perkara Suap
Dalam perkara ini, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan pada awalnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pegunungan Arfak melalui Dinas PUPR mengajukan dana alokasi khusus (DAK) kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kemudian pihak Kemenkeu meminta bantuan Sukiman agar bisa membantu Natan Pasomba.
KPK menduga terjadi pemberian dan penerimaan suap terkait dengan peruntukan anggaran dana alokasi khusus (DAK) atau dana alokasi umum (DAU), atau dana insentif daerah (DID) untuk Kabupaten Pegunungan Arfak.
"NPA (Natan Pasomba) diduga memberi Rp4,41 miliar yang terdiri dari mata uang rupiah sebesar Rp3,96 miliar dan valas US$ 33.500," kata Saut, Kamis (7/2/2019) malam.
Dia mengatakan, jumlah tersebut merupakan komitmen fee sebesar 9% dari dana perimbangan yang dialokasikan untuk Kabupaten Pegunungan Arfak.
"Dari jumlah tersebut, SKM (Sukiman) diduga menerima suap sebesar Rp2,65 miliar dan US$22.000," kata Saut.
Kasus suap ini merupakan pengembangan sebelumnya dari kasus suap yang menjerat anggota Komisi XI dari Fraksi Demokrat Amin Santono dan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemkeu) Yaya Purnomo.
Selain itu, menjerat seorang konsultan bernama Eka Kamaludin dan kontraktor bernama Ahmad Ghiast. Keempatnya telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Amin Santono dan Eka Kamaludin dihukum 8 tahun pidana penjara, sedangkan Yaya Purnomo dan Ahmad Ghiast masing-masing 6,5 tahun dan 2 tahun pidana penjara.
Atas perbuatannya, Sukiman disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Natan Pasomba dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.