Bisnis.com, JAKARTA - Jaringan mafia hukum dan peradilan ditengarai masih leluasa menjalankan praktik perdagangan hukum, terutama dalam perkara bisnis atau sengketa perdata yang melibatkan cukong tertentu.
Pakar hukum dari Universitas Khairun Ternate, Margarito, menilai upaya pemberantasan mafia hukum dan mafia peradilan hingga kini belum dilakukan secara komprehensif oleh pemerintah.
“Kita harus akui mafia hukum dan peradilan itu masih ada sampai saat ini, meskipun sudah banyak kasus dan pelakunya ditangkapi,” tuturnya, Jumat (8/2/2019).
Margarito tidak membantah bahwa mafia hukum dan peradilan menggejala dalam penanganan perkara bisnis atau sengketa perdata yang melibatkan cukong tertentu.
Pakar hukum dari Universitas Khairun Ternate, Margarito, menilai upaya pemberantasan mafia hukum dan mafia peradilan hingga kini belum dilakukan secara komprehensif oleh pemerintah.
“Kita harus akui mafia hukum dan peradilan itu masih ada sampai saat ini, meskipun sudah banyak kasus dan pelakunya ditangkapi,” tuturnya, Jumat (8/2/2019).
Margarito tidak membantah bahwa mafia hukum dan peradilan menggejala dalam penanganan perkara bisnis atau sengketa perdata yang melibatkan cukong tertentu.
Dia menilai dari berbagai kasus mafia hukum yang berhasil diungkap KPK, sulit dihindarkan kesan memang peradilan di Indonesia belum cukup kokoh.
"Tidak bisa kita hindari, memang masih ada praktik mafia hukum dan peradilan," kata Magarito.
Margarito mendesak Presiden Joko Widodo agar lebih serius dalam agenda pemberantasan mafia hukum dan peradilan.
“Yang saya tawarkan, dengan segala keterbatasan, ambillah langkah yang dapat memberikan dampak positif agar mafia ini hilang. Harus ada gebrakan nyata,” ujarnya.
Margarito percaya orang-orang di lingakaran Istana pasti mampu merumuskan langkah terbaik untuk secara komprehensif memberantas jaringan mafia hukum dan peradilan.
“Pasti mereka mampu memetakan siapa cukong-cukong yang terlibat dalam jaringan mafia hukum dan peradilan tersebut,” tuturnya.
Menurut Margarito, apa yang dilakukan KPK selama ini sudah baik dengan secara proaktif melakukan penangkapan dan pengungkapan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik mafia hukum dan peradilan.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter menilai sampai kini penegakan hukum belum menjadi salah satu fokus yang telah dilakukan Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
“Seperti pada institusi KPK, sebetulnya saya melihat tidak ada komitmen yang serius dari Presiden untuk melindungi KPK, terutama dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi,” kata Lalola.
Di sisi lain, upaya pemberantasan pungli dengan dibentuknya Saber Pungli dan Satgas Antikorupsi baik oleh Polri maupun Kejaksaan terkesan hanya serius di awal. Namun belakangan, kinerjanya makin kendur.
“Sayangnya sampai saat ini belum ada evaluasi yang menyeluruh terkait Saber Pungli dan Satgas Antikorupsi itu,” ujar Lalola.
Lola mengakui, di awal Pemerintahan Jokowi-JK pada masa awal terlihat punya inisiatif dalam pemberantasan korupsi. “Tetapi semakin ke sini, semakin sulit terlihat aksi pemberantasan korupsi itu," tuturnya.
Mengawali pemerintahannya bersama Wapres Jusuf Kalla, Presiden Jokowi menetapkan 9 agenda prioritas atau Nawa Cita, di mana nomor 4 berbunyi “Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.”
"Tidak bisa kita hindari, memang masih ada praktik mafia hukum dan peradilan," kata Magarito.
Margarito mendesak Presiden Joko Widodo agar lebih serius dalam agenda pemberantasan mafia hukum dan peradilan.
“Yang saya tawarkan, dengan segala keterbatasan, ambillah langkah yang dapat memberikan dampak positif agar mafia ini hilang. Harus ada gebrakan nyata,” ujarnya.
Margarito percaya orang-orang di lingakaran Istana pasti mampu merumuskan langkah terbaik untuk secara komprehensif memberantas jaringan mafia hukum dan peradilan.
“Pasti mereka mampu memetakan siapa cukong-cukong yang terlibat dalam jaringan mafia hukum dan peradilan tersebut,” tuturnya.
Menurut Margarito, apa yang dilakukan KPK selama ini sudah baik dengan secara proaktif melakukan penangkapan dan pengungkapan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik mafia hukum dan peradilan.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter menilai sampai kini penegakan hukum belum menjadi salah satu fokus yang telah dilakukan Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
“Seperti pada institusi KPK, sebetulnya saya melihat tidak ada komitmen yang serius dari Presiden untuk melindungi KPK, terutama dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi,” kata Lalola.
Di sisi lain, upaya pemberantasan pungli dengan dibentuknya Saber Pungli dan Satgas Antikorupsi baik oleh Polri maupun Kejaksaan terkesan hanya serius di awal. Namun belakangan, kinerjanya makin kendur.
“Sayangnya sampai saat ini belum ada evaluasi yang menyeluruh terkait Saber Pungli dan Satgas Antikorupsi itu,” ujar Lalola.
Lola mengakui, di awal Pemerintahan Jokowi-JK pada masa awal terlihat punya inisiatif dalam pemberantasan korupsi. “Tetapi semakin ke sini, semakin sulit terlihat aksi pemberantasan korupsi itu," tuturnya.
Mengawali pemerintahannya bersama Wapres Jusuf Kalla, Presiden Jokowi menetapkan 9 agenda prioritas atau Nawa Cita, di mana nomor 4 berbunyi “Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.”