Bisnis.com, JAKARTA — Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menjelaskan sejumlah alasan minimnya pengaruh elektoral terhadap dua pasangan Capres-Cawapres setelah Debat Pilpres putaran pertama.
Peneliti LSI, Adjie Alfaraby memaparkan salah satu penyebabnya yaitu masyarakat yang menonton debat secara utuh hanya 14,9% populasi, dan 50,6% menonton sebagian.
Dari para penonton tersebut, sebanyak 82,1% tidak akan mengubah pilihan Capres-Cawapresnya, hanya 5,8% yang mengubah pilihan, dan 12,1% menyatakan tidak menjawab.
Adjie menjelaskan 5,8% penonton debat yang mengubah pilihan tersebut hanyalah 2,9% populasi masyarakat. Sehingga pasangan calon ataupun timses tidak bisa hanya mengandalkan Debat Pilpres untuk menjaring suara.
"Inilah efek riil debat. Bahwa Debat Capres pertama kemarin hanya punya pengaruh 2,9% untuk mengubah peta dukungan secara nasional," jelas Adjie di kantor LSI, Rabu (30/1/2019).
Hasilnya terlihat dari elektabilitas kedua pasangan calon yang cenderung landai. Jokowi-Ma'ruf yang sebelumnya memiliki elektabilitas 54,2% kini meningkat menjadi 54,8%. Sedangkan Prabowo-Sandiaga sebelumnya 30,5% menjadi 31,0% pada Januari 2019.
Adjie menjelaskan lebih lanjut, tidak signifikannya efek elektoral merupakan hal wajar, sebab selisih elektabilitas kedua pasangan calon masih relatif tinggi.
"Di Amerika misalnya, para scientist banyak menganalisa bahwa kalau selisih Capres di bawah 5%, baru analisanya bisa terjadi. Karena selisihnya tipis, maka debat bisa berpengaruh," jelas Adjie.
"Kecuali memang ada blunder yang fatal. Terkait dengan mungkin statement yang misalnya menyentuh isu sensitif. Misalnya isu primordial, dan blunder yang lain," tambahnya.
Oleh sebab itu, Adji menegaskan bahwa Debat Pilpres bukan satu-satunya alat bagi pemilih untuk mengevaluasi pilihannya. Kedua timses masih punya pekerjaan rumah untuk menjaring pemilih dari kalangan ekonomi rendah dan wilayah pedesaan, yang tidak terlalu terpengaruh agenda Debat Pilpres.
Kendati demikian, pasangan calon tetap harus memperhatikan penampilannya, untuk mempertahankan penonton debat yang didominasi kalangan yang sudah memiliki pilihan, tingkat pendidikan tinggi, dan tinggal di wilayah perkotaan.
"Bagaimana mereka menyampaikan pesan, seberapa kuat mereka meyakinkan pemilih, kemudian pemilih akan menilai kompetensi debatnya, substansinya apakah sesuai dengan apa yang mereka butuhkan," ujarnya.