Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak menghapus frasa ‘citra diri’ dalam Pasal 1 angka 35 UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu yang dimohonkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
"Permohonan pemohon sepanjang frasa 'dan/atau citra diri' tidak beralasan menurut hukum," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra kala membacakan pertimbangan hukum Putusan MK No. 48/PUU-XVI/2018 di Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Pasal 1 angka 35 UU Pemilu mendefinisikan kampanye sebagai kegiatan peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri. Meski demikian, tidak ada penjelasan lain mengenai citra diri dalam beleid tersebut sehingga dipandang multitafsir oleh PSI.
Sebaliknya, MK berpendapat citra diri sudah didefiniskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Citra diri adalah cara seeorang memandang dirinya sendiri dan kemampuan atau penampilannya. Alhasil, gambar, suara, data, atau grafik yang menggambarkan peserta pemilu dapat dikategorikan sebagai kampanye.
Saldi mengatakan eksistensi citra diri telah memperbaiki definisi kampanye dalam pengaturan pemilu-pemilu terdahulu yang hanya mencakup visi, misi, dan program kontestan. Bila citra diri dihapus, dia mengingatkan bahwa pengawas pemilu akan kesulitan menegakkan aturan main sehingga pesta demokrasi tidak berlangsung jujur dan adil.
"Dengan frasa itu tidak ada lagi kegiatan kampanye terselubung karena semua terjangkau oleh pengawas pemilu," ujar Saldi.
Baca Juga
Selain Pasal 1 angka 35, PSI juga meminta MK membatalkan Pasal 275 ayat (2) dan Pasal 276 ayat (2) yang mengatur beberapa mekanisme pembiayaan metode kampanye dan jangka waktu kampanye, serta Pasal 293 ayat (1)-ayat (4) yang mengatur iklan kampanye. Terhadap pasal-pasal tersebut, MK juga memandang tidak bertentangan dengan UUD 1945.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan.