Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Wakil Bupati Bekasi (2012-2017) Rohim Mintareja diagendakan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Komisi hari ini terkait kasus dugaan suap proyek perizinan Meikarta, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NHY [Neneng Hasanah Yasin]," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dikonfirmasi, Kamis (24/1/2019).
Rohim Mintareja adalah Wakil Bupati Bekasi Periode 2012-2017 mendampingi Neneng Hasanah Yasin sebagai Bupati. Masa jabatan Rohim Mintareja adalah pertengahan Mei 2017.
Apakah kasus suap Meikarta sudah berlangsung sejak Neneng menjabat Bupati Bekasi periode pertama bersama Rohim Mintereja sebagai Wakil Bupati?
Yang jelas, ketika Neneng maju Pilkada dan menjadi Bupati periode 2017-2022, Rohim Mintareja memilih maju menjadi calon anggota legislatif atau Caleg di Pemilu 2019. Rohim Mintareja maju menjadi Caleg DPR dari Partai Demokrat.
Kalau kemudian ternyata ada unsur keterlibatan atau setidaknya mengetahui kasus penyuapan proyek Meikarta, bisa jadi proses caleg Rohim Mintareja akan terjegal dengan kasus Meikarta ini.
Selain Rohim Selain Rahim Minteraja, KPK juga memanggil saksi lain terhadap kasus ini yaitu Kasi Pemanfaatan Ruang Dinas Bina Marga Pemprov Jabar Yani Firman dan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin. Keduanya juga akan diperiksa sebagai saksi atas tersangka Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan sejumlah tersangka yakni sebagai pihak penerima Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.
Selain itu tersangka sebagai pihak pemberi yaitu Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, pegawai Lippo Group Henry Jasmen. Mereka tengah menjalani proses persidangan.
Pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek Meikarta seluas total 774 hektare diduga dibagi ke dalam tiga fase, yakni fase pertama 84,6 ha; fase kedua 252,6 ha; dan fase ketiga 101,5 ha.
Berdasarkan dugaan KPK, pemberian dalam perkara ini sebagai bagian dari komitmen fee proyek pertama dan bukan pemberian pertama dari total komitmen Rp13 miliar melalui Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran, dan DPM-PTT.
Pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Adapun khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ancaman pidana untuk penerimaan suap atau gratifikasi sangat tinggi yaitu maksimal 20 tahun atau seumur hidup (Pasal 12 a, b atau Pasal 12 B).