Bisnis.com, JAKARTA- Berpulangnya mantan Menteri Urusan Peranan Wanita, Anindyati Sulaskin Murpratono menyisakan duka bagi banyak pihak termasuk Menteri Yohana Yembise.
Sebagaimana diketahui, almarhumah yang menjabat pada 1987-1993 wafat di usia 91 tahun pada Rabu (23/1/2019) akibat sakit. Jenazah dimakamkan dengan penghormatan militer di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.
“Kepergian almarhumah memberikan kesedihan dan duka mendalam bagi kita semua, khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan. Namun, kita harus menerima secara ikhlas karena ini sudah merupakan keputusan dan kehendak Tuhan,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Kamis (24/1/2019).
Karena itu, dia menyampaikan rasa duka cita yang dalam atas wafatnya almarhumah dan mendoakan semoga amal ibadah almarhumah diterima Tuhan dan bagi seluruh keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan, kesabaran, bimbingan, dan perlindungan.
“Saya berharap kita semua dapat melanjutkan perjuangan almarhumah untuk memajukan perempuan Indonesia,” tuturnya.
Anindyati Sulasikin Murpratomo merupakan Menteri Urusan Peranan Wanita Kabinet Pembangunan IV dan V (periode 1987 – 1993) pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Sulasikin pertama kali menjabat sebagai menteri pada periode 1987-1988 menggantikan Lasiah Soetanto di Kabinet Pembangunan IV.
Selanjutnya, dia kembali menjabat posisi yang sama pada 1988-1993 di Kabinet Pembangunan V. Selain di kabinet, sebelumnya pada 1983, ia terpilih menjadi salah seorang Ketua di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golongan Karya (1983 – 1998). Pelaksanaan tugas sebagai pucuk pimpinan Kowani dan sebagai salah seorang pengurus Golkar, di samping sebagai anggota MPR/DPR.
Semasa hidupnya, almarhumah menjadi pelopor perlindungan anak dan pejuang kesetaraan hak perempuan dan laki-laki melalui pemikiran dan langkah-langkahnya. Ia konsisten dalam alur perjuangan bagi kemajuan perempuan melalui berbagai organisasi perempuan yang diikutinya.
Langkah-langkah penting yang diambilnya semasa menjabat sebagai Menteri UPW adalah pemantapan Mekanisme P2W di tingkat nasional dan daerah, pengembangan Pusat Studi Wanita, peningkatan penggunaan Air Susu Ibu (ASI), khususnya upaya memerangi promosi susu formula untuk bayi di bawah usia 4 – 6 bulan.
Dia juga yang memulai upaya khusus Peningkatan Kesejahteraan Ibu yang bertujuan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dimana di Indonesia jumlahnya cukup tinggi. Apa yang telah dimulainya itu kemudian dilanjutkan oleh Gerakan Sayang Ibu pada Pelita VI.
Hal yang paling penting dan menantang yang dilakukan Ibu Mur adalah pengenalan secara resmi konsep gender dan pembangunan dan pemberdayaan wanita sebagai paradigma baru pembangunan perempuan.