Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pihak pembuat dan penandatangan surat edaran berupa urunan dana kepada para ASN di lingkungan Pemerintah Kota Batam untuk meringankan terpidana kasus korupsi segera diperiksa.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa pemeriksaan perlu dilakukan apalagi kewenangan formil itu dikeluarkan melalui surat.
Di sisi lain, kendati surat edaran itu telah dicabut, KPK menilai langkah itu belum cukup sehingga pemeriksaan harus dilakukan dan publik berhak tahun alasan surat itu muncul.
"Jadi kami juga meminta agar pemeriksaan dilakukan terhadap pihak yang membuat dan kemudian menandatangani surat tersebut," kata Febri, Rabu (23/1/2019).
Menurut Febri, KPK sangat menyesalkan adanya surat edaran urunan tersebut di tengah komitmen para menteri untuk memberhentikan tidak hormat para ASN yang terlibat kasus korupsi melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) pada September 2018 lalu antara Mendagri Tjahjo Kumolo, MenpanRB Syafruddin dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana.
"Sangat kami sesalkan pihak Pemerintah Daerah di Batam justru membuat surat meminta iuran kepada para ASN untuk membantu terpidana korupsi membayar denda korupsi," kata Febri.
Baca Juga
KPK memandang bahwa hal tersebut merupakan perbuatan yang sangat tidak patut dan berseberangan dengan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK juga mempertanyakan kepentingan di balik surat urunan tersebut.
Febri mengatakan apabila ada suatu aturan yang dilanggar dari kasus itu maka sudah sepatutnya dijatuhkan sanksi tegas agar menjadi pesan baik bagi pemerintah daerah lain untuk tidak kompromi dalam hal korupsi.
Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku bahwa surat edaran urunan itu telah dicabut dan dinyatakan sudah tidak berlaku. Kasus ini dikoordinasikan langsung oleh Irjen Kemendagri.
"Irjen yang koordinasi dengan Pemkot Batam. Info Irjen Kemendagri setelah dicek bahwa surat tersebut sudah dicabut oleh Pemda Batam dan sudah dianggap tidak berlaku," katanya.
Adapun surat edaran urunan itu untuk bantuan pada koruptor bernama Abd Samad yang tersangkut kasus hibah bantuan sosial pemerintah kota Batam untuk guru TPQ pada 2011.
Dia dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp626,36 juta. Namun, berdasarkan surat itu jika Abd Samad tidak membayar denda maka masa hukumannya ditambah 5 tahun enam bulan. Adapun para ASN diminta urunan dana minimal Rp50.000.