Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi meminta para kepala daerah memberhentikan para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara baru memberhentikan 393 ASN dari total 2.357 ASN yang terlibat kasus korupsi.
Berdasarkan data Kedeputian Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian BKN, proses penegakan hukum terhadap 2.357 PNS masih belum tuntas hingga akhir tahun lalu.
Apalagi, setelah adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018 pada September 2018 lalu antara Mendagri Tjahjo Kumolo, MenpanRB Syafruddin, dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana terkait pemecatan 2.357 ASN yang berstatus koruptor.
Secara umum SKB tersebut mengatur pemberhentian tidak hormat para ASN yang terlibat korupsi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku memang belum semua para ASN diberhentikan setelah adanya SKB tersebut. Oleh karena itu, KPK meminta kepala daerah masing-masing untuk secara tegas memberhentikan para ASN yang sudah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
"Mendorong para pihak-pihak yang berwenang di daerah, para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di daerah untuk melakukan pemberhentian segera, misalnya kepala daerah secara tegas untuk memberhentikan ASN di lingkungannya yang sudah terbukti bersalah melakukan korupsi," katanya, Rabu (23/1/2019).
KPK memandang bahwa selama ini masih ada sejumlah kepala daerah atau sejumlah pimpinan instansi yang masih tidak mematuhi aturan tersebut baik dengan alasan yang belum lengkap atau memang tidak benar-benar mematuhi aturan itu.
Di samping itu, KPK mengingatkan agar para pimpinan instansi tidak melakukan perlawanan atau menentang aturan-aturan yang sudah ada.
Selain itu, lanjutnya, apabila ada kesengajaan untuk tetap mempekerjakan para ASN yang sudah terbukti melakukan korupsi berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah) maka ada risiko yang dibebankan kepada negara.
"Yaitu gaji yang dibayarkan tersebut akan menjadi kerugian keuangan negara. Ada risiko hukum dan keuangan yang seharusnya menjadi pertimbangan serius bagi para PPK tersebut," ujarnya.