Bisnis.com, JAKARTA--Terkait korupsi di tubuh birokrasi, masing-masing calon menjelaskan pandangan dan strateginya. Capres Jokowi berfokus kepada penguatan penegakan hukum, sedangkan Prabowo mengatakan dibutuhkan peningkatan kesejahteraan ASN.
“Korupsi di birokrasi akar masalahnya adalah penghasilan para birokrat kurang,” ujar Prabowo.
Pada faktanya, sejak 2016, pemerintah menjadikan fokus kesejahteraan ASN sebagai bagian reformasi birokrasi. Dari sisi kesejahteraan, dukungan fiskal selama ini diberikan melalui pemberian gaji, tunjangan, dan manfaat pensiun serta tabungan hari tua.
Selain itu terdapat program pemberian Gaji ke 13. Pemerintah juga telah menggulirkan dua program perlindungan bagi pegawai ASN, yaitu program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.
Sayangnya, selama 10 tahun korupsi oknum ASN masih bertengger di peringkat teratas. Berdasarkan data statistik tindak pidana korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tercatat sebanyak 786 tipikor melibatkan oknum dari berbagai profesi dan jenjang jabatan.
Paling Banyak
Paling banyak, berasal dari anggota DPR/DPRD, yang tercatat 203 orang, atau setara 25,83% dari jumlah pelaku tipikor.
Menyusul di bawahnya yaitu oknum dari pihak swasta dan pejabat eselon kementerian. Dari pihak swasta terlibat mencapai 193 orang, atau sekitar 24,55% dari jumlah tipikor yang diungkap.
Peringkat ketiga oknum terbanyak yang terseret kasus korupsi berasal dari pejabat eselon I/II/III kementerian. Jumlah yang tersangkut kasus mencapai 155 orang dalam rentang sedekade, atau setara 19,72%.
Sejalan dengan hal itu, dari statistik berdasarkan asal instansi, jumlah TPK terbanyak disumbang instansi kementerian yaitu 259 kasus, atau 36,53% dari total 709 kasus tipikor selama sedekade belakangan. Selanjutnya, Pemkab/Pemkot sebanyak 230 kasus dari 709 kasus, atau 32,44%.
Pemprov dan DPR/DPRD membuntuti rekor keduanya. Terdapat 103 kasus yang berasal dari wilayah kerja Pemprov, dan 65 kasus di lingkungan DPR/DPRD.
Data lainnya merekam tindakan korupsi yang terbagi antara lain patgulipat pengadaan barang dan jasa, kasus perizinan, penyuapan, pungutan, tindak pidana pencucian uang, hingga penyalahgunaan wewenang.
Dalam catatan KPK, selama 10 tahun, kasus suap masih merupakan momok bagi kehidupan pemerintahan yang bersih, dengan jumlah kasus mencapai 461, atau sebesar 64,93% dari total 710 kasus yang digolongkan.
Nomor dua, kasus korupsi banyak dibungkus dengan pengadaan barang dan jasa. Dalam hal ini, KPK mencatat terjadi 144 kasus, atau 20,28%.
Data-data mencerminkan adanya persoalan yang mengakar dalam roda pemerintahan. Semisal, dari data tindakan korupsi yang berbasis profesi dan jabatan, terdapat tiga mata rantai yakni anggota DPR/DPRD, pejabat kementerian, dan swasta yang tersangkut masalah paling banyak.
Tentu, hal ini menunjukkan adanya permainan uang dalam setiap bisnis, terutama yang memanfaatkan peran regulator dan anggota parlemen. Dua kemungkinan yang muncul ialah pengaturan tender yang kaitannya dengan anggaran.
Lebih jauh dari itu, ketiga data statistik KPK itu mencerminkan ekonomi biaya tinggi masih merajalela. Pasalnya, dari data mengenai jenis perkara, kasus suap masih peringkat teratas sebagai perkara korupsi terbanyak.
Pengusaha kerapkali menemukan jalan buntu jika berhadapan dengan otoritas berwenang yang menerbitkan izin. Banyak prosedur dan izin yang dijadikan pintu masuk bagi pejabat untuk mendulang keuntungan pribadi.