Bisnis.com, JAKARTA -- Kalangan aktivis pemilu menilai putusan Badan Pengawas Pemilu yang meloloskan Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang dalam daftar calon tetap anggota Dewan Perwakilan Daerah berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum baru.
Dalam putusannya, Rabu (9/1/2019), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memasukkan nama Oesman Sapta dalam DCT anggota DPD pada Pemilu 2019 paling lambat tiga hari ke depan.
Namun, Oesman atau OSO diwajibkan untuk mengundurkan diri dari kepengurusan parpol bila kelak ditetapkan sebagai calon terpilih anggota DPD.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif Veri Junaidi menilai putusan Bawaslu berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Dengan membolehkan OSO masuk DCT tetapi harus mundur sebelum dilantik maka bukan mustahil sengketa baru akan kembali terulang.
“Bisa dibayangkan jika yang bersangkutan terpilih, lantas dibatalkan keterpilihannya oleh KPU. Pasti yang terjadi adalah sengketa lanjutan sehingga masalah ini akan berlarut-larut,” katanya kepada Bisnis.com, Rabu (9/1/2019).
Di samping itu, Veri mempertanyakan inkonsistensi Bawaslu saat mengadili kasus OSO. Pasalnya, dalam putusan 10 Oktober 2018, lembaga tersebut menolak permohonan Ketua DPD tersebut.
Baca Juga
Pertimbangan kala itu, KPU hanya menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 30/PUU-XVI/2018 yang melarang pengurus parpol menjadi anggota DPD mulai periode 2019-2024.
Setelah ditolak Bawaslu, OSO kemudian menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Secara mengejutkan, PTUN Jakarta mengabulkan permohonan OSO dan memerintahkan KPU untuk memasukkan namanya dalam DCT.
Namun, KPU berkukuh hanya akan mematuhi putusan PTUN Jakarta dengan syarat OSO harus menanggalkan jabatan di Hanura. Syarat KPU tersebut tetap tidak digubris oleh OSO sehingga dia melaporkan KPU dalam laporan pelanggaran administrasi pemilu.
Berlainan dengan putusan 10 Oktober, Bawaslu mengabulkan permohonan OSO. Bedanya, Bawaslu tetap mengakomodasi Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 dengan mensyaratkan OSO mundur sebelum dilantik sebagai anggota DPD periode 2019-2024.
“Bawaslu dalam kasus ini membuat putusan yang tidak bijak dan tidak konsisten dengan putusannya yang lama. Oleh karena itu, kami sangat kecewa dengan putusan seperti ini,” ujar Veri.