Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini mengagendakan pemeriksaan terhadap 11 orang saksi dalam lanjutan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perusahaan Umum Jasa Tirta II Tahun 2017.
Delapan dari sebelas orang yang akan diperiksa, Rabu (19/12/2018), adalah saksi untuk tersangka Djoko Saputro yang merupakan Direktur Utama Perusahaan Umum Jasa Tirta lI. Mereka berprofesi sebagai pengajar di perguruan tinggi.
Berikut nama-nama saksi yang akan diperiksa KPK dalam kasus pengadaan jasa konsultansi PT Jasa Tirta II:
- Esthi Pambangun, Kepala Divisi P3 PT Jasa Tirta II
- Rennys Amalia, Administrative Secretary di Talenta Aluminium
- Muhammad Syamsul Rizal, Kepala Divisi Pengendalian Kinerja dan Sistem Manajemen
- Bayu Indra Setia, Dosen Universitas Pasundan
- Evan Jaelani, Dosen
- Novi Rukhviyanti, Dosen
- Ivan Aries Setiawan, Dosen
- Leni Susanti, Dosen STIE STAN Indonesia Mandiri
- Nur Hayati, Dosen STIE STAN Indonesia Mandiri
- Sarjito Surya, Dosen
- Yoyo Sudaryo, Ketua STIE Inaba
KPK sudah menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perusahaan Umum Jasa Tirta II Tahun 2017.
Kedua tersangka tersebut adalah Direktur Utama Perusahaan Umum Jasa Tirta lI Djoko Saputro dan seorang swasta Andririni Yaktiningsasi.
Djoko Saputro selaku Direktur Utama Perum Jasa Tirta II diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017.
Baca Juga
Pada tahun 2016, setelah diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, Djoko diduga memerintahkan melakukan realokasi anggaran.
Revisi anggaran tersebut dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan Pengembangan SDM dan Strategi Korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp 9,55 miliar.
Jika diperinci, revisi anggaran tersebut menjadi:
- Perencanaan Strategis Korporat dan Proses Bisnis senilai Rp3.820.000.000
- Perencanaan Komprehensif Pengembangan SDM PIT I sebagai Antisipasi Pengembangan Usaha Perusahaan senilai Rp5.730.000.000
Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.
Setelah dilakukan revisi anggaran, Djoko kemudian diduga memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni Yaktiningsasi sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut.
Dalam pelaksanaan kedua pekerjaan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT BMEC dan PT. 2001 Pangripta.
Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai dengan31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp.5.564.413.800, dengan rincian:
•Pekerjaan Komprehensif Pengembangan SDM PJT sebagai Antisipasi Pengembangan Usaha Perusahaan sebesar Rp3.360.258.000
•Perencanaan Strategis Korporat dan Proses Bisnis sebesar Rp. 2.204.155.800
Diduga nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.
Diduga, tambahnya, pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara backdated atau dengan tanggal mundur.
KPK mengatakan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya adalah Rp3,6 milyar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66% dari pembayaran yang telah diterima.
Atas perbuatan tersebut, Djoko Saputro dan Andririni Yaktiningsasi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.