Bisnis.com, JAKARTA - Salahudin Wahid (Gus Solah), pimpinan pesantren Tebuireng Jombang, menyampaikan pentingnya Museum Islam Indonesia sebagai tempat mencari referensi tentang Islam di tanah air.
"Sekarang kita harus memberikan informasi pada masyarakat, supaya masyarakat paham bahwa negara kita perpaduan keindonesiaan dan keislaman sebagai bentuk dalam budaya, dalam hukum. Banyak sekali hukum kita [Islam] yang masuk undang-undang kita," tutur Gus Solah dikutip dari keterangan resmi Kemendikbud yang diterima Bisnis, Rabu (19/12/2018).
Sebelumnya, Cucu pendiri Nahdatul Ulama ini melaporkan bahwa museum yang berdiri di atas lahan seluas 4,9 hektare tersebut dibangun dengan menggunakan anggaran pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai bentuk penghormatan kepada ulama yang berjasa bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Museum Islam Indonesia menghadirkan sejarah pergerakan Islam di Indonesia dengan visi masa depan.
Bondan Kanumoyoso, Ketua Tim Penyusun Alur Kisah Museum Islam Indonesia mengungkap dalam penyusunan alur kisah museum terdapat penekanan pada memori kolektif masyarakat.
Bondan menjelaskan bahwa proses penyusunan Museum Islam Indonesia kurang lebih memakan waktu 3 tahun dengan kolaborasi berbagai ahli dan lembaga.
Baca Juga
Salah satu pesan yang ingin disampaikan kepada publik adalah proses islamisasi di berbagai wilayah nusantara ditempuh melalui jalur kebudayaan. Bahwa Islam secara perlahan masuk ke dalam kehidupan masyarakat nusantara melalui budaya, bukan politik.
"Proses Islamisasi di Indonesia dan umat Islam di Indonesia menjunjung semangat kebersamaan dan toleransi," tutur Bondan yang juga berprofesi sebagai Dosen Ilmu Sejarah Universitas Indonesia ini.
Museum Islam Indonesia menawarkan koleksi dari berbagai wilayah di Indonesia. Dengan proses penyiapan selama lebih dari tiga tahun, museum ini menargetkan audiens yang beragam.
Selain visual, museum juga akan menawarkan bebunyian, bahkan aroma. Secara umum, alur kisah museum yang terletak di pesantren Tebuireng ini terbagi menjadi tiga.
"Yang pertama, jaringan Islam Nusantara. Yang kedua, bagaimana Islam di Indonesia berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain. Dan yang terakhir di lantai atas, perkembangan Islam di era kontemporer," jelas Bondan.
Di awal peluncurannya, Museum Islam Indonesia didukung oleh Museum Nasional, Perpustakaan Nasional, Museum Sono Budoyo, Museum Bait Quran, Museum Tekstil, dan Museum Balaputradewa, serta Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Museum dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Mojokerto.