Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menyatakan mendukung rencana DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang bertujuan menginvestigasi kasus tercecernya KTP-elektronik (KTP-el).
Fahri bahkan mendorong Pansus menginvestigasi mulai dari bocornya data kartu tanda penduduk elektronik tersebut hingga mencari dokumen yang relevan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
“Saya berharap Pansus memberikan ketenangan kepada masyarakat tentang keraguan yang berkembang atas bocornya data e-KTP dan dokumen yang relevan, sehingga tak ada lagi kecurigaan atas pelaksanaan Pemilu nanti,” kata Fahri, Jumat (13/12/2018).
Menurutnya, pemilu harus dilakukan dengan jujur dan adil, tanpa kecurangan. Terkuaknya e-KTP yang tercecer hingga ribuan keping sempat menimbulkan kecurigaan yang masif di tengah masyarakat.
DPR pun akhirnya mewacanakan pembentukan Pansus e-KTP untuk menginvestigasi berbagai temuan yang beredar di masyarakat, kendati itu adalah target jangka pendeknya.
“Dalam jangka panjang, kita memang harus mengidentifikasi, apabila ada korupsi dalam e-KTP ini, tentu harus ditingkatkan pada tingkat tender, bukan cuma sekadar proses korupsi politik saja,” ujarnya.
Baca Juga
Menurutnya, korupsi pengadaan barang menyebabkan data-data dan rahasia negara tersebar, tercecer, dan ada di tangan musuh bangsa Indonesia yang dalam jangka panjang akan melemahkan negara.
Selama ini, lanjut Fahri, publik tidak mengungkap hubungan antara e-KTP tercecer dengan para supplier-nya dan kementerian yang membayar pengadaannya. Masyarakat lebih sibuk membahas keterangan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Nazaruddin tentang uang beredar di antara Anggota DPR.
“Publik mungkin lupa memeriksa permainan tender yang membuat kartu identitas penduduk itu tercecer,” ujarnya.
Padahal, masih menurut Fahri, keanehan dalam skandal KTP-el ini adalah karena KPK tidak mau menelusuri proses tender sampai adanya pemenang yang punya akses kepada data penduduk/pemilih Indonesia.
“Dalam skandal KTP-el yang diributkan malah sesuatu yang awam, seperti soal bagi-bagi uang dari pengusaha sebelum tender. Padahal, belum ada peredaran uang negara. Keributan ini bukan tentang kerugian negara, tapi soal bagi-bagi fee antara pengusaha sebelum ranah negara. Sementara masalah inti dilupakan,” ujarnya.