Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum diminta tetap berkaca dari kasus ketidakakuratan data pemilih di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, agar kondisi serupa tidak kembali terulang dalam Pemilu 2019.
Pada Pemilihan Bupati Sampang 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) lantaran daftar pemilih tetap (DPT) pada pencoblosan 27 Juni tidak akurat. Selain pemungutan suara, proses pemutakhiran data pemilih harus diulangi.
Hasilnya, KPU Sampang mendapati DPT hasil perbaikan (DPTHP) sebanyak 767.032 pemilih. Jumlah pemilih terpangkas 36.467 pemilih dari DPT pemungutan 27 Juni sebanyak 803.499 pemilih.
Dengan berbasis DPTHP, KPU Sampang menggelar PSU pada 27 Oktober. Berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara, pasangan Slamet Junaidi-Abdullah Hidayat meraih suara terbanyak dengan 307.126 suara (53,16%), disusul Hermanto Subaidi-Suparto 245.768 suara (42,54%), dan Hisan-Abdullah 24.746 suara (4,29%).
Pada Rabu (5/12/2018) MK akhirnya mengesahkan hasil Pilbup Sampang 2018 karena DPTHP telah diperbaharui sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Meski demikian, MK tetap mengingatkan KPU mengenai potensi ketidaksempurnaan dalam penyusunan daftar pemilih.
“Andaikata pun masih ada hal-hal yang perlu disempurnakan hal tersebut dapat menjadi perhatian penyelenggara pemilihan baik pemilihan kepala daerah maupun Pemilu yang akan datang,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan pertimbangan putusan sengketa hasil Pilbup Sampang 2018.
Sebelumnya, Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari mengklaim DPT jajarannya di Sampang lebih valid dibandingkan dengan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) Kementerian Dalam Negeri. Indikasinya, DPTHP hanya berkurang 5% dari DPT 27 Juni, sedangkan MK memandang semestinya tidak berselisih jauh dari DP4 versi Kemendagri sebanyak 662.673 jiwa.
“Dulu terkesan DP4 lebih valid dari Kemendagri. Sesungguhnya, DPT Sampang lebih valid dari DP4 pemerintah,” kata Hasyim.
Hasyim mengatakan validitas DPTHP didasarkan pemutakhiran melalui pencocokan dan penelitan (coklit) ke rumah-rumah warga. Karena itu, data riil pemilih bisa diketahui di lapangan termasuk mendeteksi pemilih yang meninggal atau berpindah domisili.
Sebaliknya, menurut Hasyim, DP4 Kemendagri berbasis laporan dari warga kepada pemerintah. Dia mencontohkan pemilih yang meninggal tetap tercatat di DP4 bilamana tidak ada laporan mengenai akta kematian.
“Jadi setiap pemilu kami terima DP4 ada mayat hidup karena tak dicoret dari database kependudukan,” ujarnya.
Hasyim bertambah ragu dengan validitas DP4 Kemendagri karena berbeda jauh dengan data penduduk versi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Sampang. Menurut Disdukcapil, penduduk Sampang sekitar 1,06 juta jiwa, sementara data agregat kependudukan kecamatan (DAK2) Kemendagri 844.872 jiwa.
“Kalau dibuat logis, kecenderungan 70%-80% pemilih ada dalam data penduduk. Jadi ada anomali di Sampang,” ucapnya.
Di tingkat nasional, dugaan DPT ganda yang membuat pemilih Pemilu 2019 menggelembung sebanyak 25 juta orang pernah dikemukakan oleh Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Faktanya, setelah diverifikasi jumlah DPT ganda tidak sebanyak itu.
Setelah masalah kegandaan, KPU kini bergelut dengan isu mengenai pemilih yang belum masuk dalam DPT. Untuk itu, KPU menyusun DPTHP tahap 2 (DPTHP-2) guna menghasilkan daftar pemilih Pemilu 2019 yang lebih valid.