Kabar24.com, JAKARTA — Lembaga yang fokus pada isu-isu demokrasi, Populi Center, menilai gerakan 212 sarat muatan politik.
Seperti diketahui, gerakan tersebut hadir pada akhir 2016 atas reaksi terhadap pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dinilai menista agama.
Menurut Direktur Program Populi Center Usep S. Ahyar, gerakan tersebut saat ini bukan lagi gerakan sosial dan moral untuk membela kepentingan dan keadilan umat Islam.
“Tapi sekarang sudah jelas ada kepentingan politik. Jadi sekarang susah bagi kita untuk menilai ini sosial murni atau tidak,” katanya dalam sebuah diskusi yang digelar pihaknya, Kamis (29/11/2018).
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir menilai gerakan 212 jelas membidik Presiden Joko Widodo sebagai sasaran.
Kendati demikian, kata dia, pengaruh gerakan ini terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo tak akan sebesar dampaknya pada Ahok.
“Tentu tidak akan sebesar kasus Ahok tapi semua celah akan dicoba. Misalkan dari kasus pembakaran bendera HTI, lalu omongannya Grace Natalie. Semua cara meskipun hasilnya tidak akan seberhasil kasus Ahok, semua celah, semua peluang yang bisa memasukan isu agama terhadap rezim ini [Jokowi] akan digunakan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Amin menyebut hal ini akan menjadi tantangan bagi pendamping Jokowi di pemilu presiden 2019 yaitu KH. Ma’ruf Amin.
Ketua Umum MUI itu diharapkan bisa meredam politik identitas yang akan digunakan menyerang Presiden Joko Widodo melalui gerakan 212.
“Sebagian bisa terutama kalangan NU. Masalahnya kan NU di Jabar dan di Banten secara organisatoris tidak terlalu kuat. Jadi tantangannya adalah bagaimana agar NU ini secara struktural bisa berpengaruh karena di luar komunitas NU yang struktural itu pengaruh Pak Ma’ruf Amin enggak besar besar amat. Tantangannya di situ,” ujarnya.
Seperti diketahui, Jawa Barat dan Banten merupakan dua provinsi penyumbang peserta gerakan 212 terbanyak.