Bisnis.com, JAKARTA – Penyandang disabilitas psikososial didata oleh penyelenggara pemilu sebagai pemilih bukan sesuatu hal yang baru.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz mengatakan bahwa perekaman ini sudah ada sejak pemilu tahun 1955.
“Seluruh warga negara indonesia yang berusia 17 tahun atau telah menikah memiliki hak pilih termasuk di dalamnya penyandang disabilitas mental tidak ada larangan, yang dilarang adalah yang dicabut hak pilihnya,” katanya di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Viryan menjelaskan bahwa regulasi yang bisa dijadikan rujukan adalah saat Undang-Undang 8 tahun 2015 tentang pilkada yang menyebut warga negara dicabut hak pilihnya ketika sedang mengalami gangguan kejiwaan atau ingatan diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hasilnya, MK memberikan kesempatan sebagai pemilih kecuali sedang mengalami gangguan ingatan atau mengalami gangguan kejiwaan pada saat menggunakan hak pilih.
“Kami memasukkan subtansinya sama seperti MK. Dan itu sudah dibahas di uji publik, semuanya setuju,” ucapnya.
Baca Juga
Akan tetapi apabila di perjalanan penyandang disabilitas ini memiliki keterangan dokter telah mengidap mental permanen atau berat, maka dia tidak bisa menggunakan hak pilih.
Berdasarkan informasi yang diterima Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ada sekitar 5.000 disabilitas psikososial yang belum masuk daftar pemilih tetap.