Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar mendesak Bangladesh membatalkan rencana repatriasi ratusan ribu pengungsi Rohingnya ke Provinsi Rakhine yang dimulai bulan ini pada Selasa (6/11/2018).
Mereka menyebut pengungsi Rohingnya berpotensi menghadapi persekusi jika kembali.
Dilansir Reuters, PBB melaporkan lebih dari 700 ribu pengungsi Rohingnya melewati perbatasan Myanmar-Bangladesh usai pemberontak Rohingnya menyerang pasukan keamanan Myanmar pada Agustus 2017. Penyerangan tersebut yang mendorong pemerintah Myanmar melancarkan operasi militer di provinsi Rakhine.
Myanmar dan Bangladesh telah membuat kesepakatan pada 30 Oktober lalu untuk mulai mengembalikan pengungsi Rohingnya ke Myanmar pada pertengahan November. Badan pengungsi PBB sudah memperingatkan bahwa kondisi di Rakhine saat ini belum cukup kondusif.
Yanghee Lee, pelapor khusus PBB untuk HAM di Myanmar dalam sebuah pernyataan menyebut bahwa ia telah menerima informasi kredibel dari para pengungsi di Cox's Bazar yang mengaku takut namanya masuk daftar repatriasi.
Sejauh ini, Lee belum menyaksikan bukti nyata dari pemerintah Myanmar dalam menciptakan kondisi yang aman. Ia mempertanyakan apakah keamanan dan hak para pengungsi akan terjamin sekembalinya ke Rakhine.
Baca Juga
"[Pemerintah] telah gagal memberikan jaminan bahwa etnis Rohingnya tidak akan mengalami penganiayaan dan kekerasan yang mengerikan dan sama sekali lagi," kata Lee.
Selain jaminan, ia juga menekankan akar masalah dari krisis ini harus diselesaikan terlebih dahulu, termasuk jaminan hak kewarganegaraan dan kebebasan untuk bergerak.
Myanmar selama ini tidak mengakui etnis Rohingya sebagai kelompok penduduk asli. Mereka menyebut orang-orang Rohingnya dengan sebutan "Bengalis", mengindikasikan bahwa mereka seharusnya menjadi bagian Bangladesh.