Bisnis.com, JAKARTA – Tim pencari fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyelidiki dugaan genosida oleh militer Mynamar terhadap etnis Rohingya kemungkinan akan membahas kasus tersebut dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan (DK) PBB, bulan ini.
Reuters melansir Rabu (17/10/2018), pertemuan ini diinisiasi oleh DK PBB. Rencana pertemuan ini juga menjadi lanjutan dari serangkaian tekanan dunia terhadap Myanmar.
Tahun lalu, militer Myanmar melancarkan sejumlah operasi di kawasan Rakhine yang memaksa sekitar 700.000 orang etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
Pemerintah Myanmar telah menyanggah tuduhan genosida yang dilayangkan dunia internasional. Operasi militer di Rakhine disebut sebagai upaya untuk menanggulangi sejumlah serangan dari kelompok militan Rohingnya.
Laporan dari tim penyidik yang dirilis Agustus 2018 berisi imbauan kepada DK PBB agar menjatuhkan embargo senjata ke Mayanmar, termasuk sejumlah sanksi dan membawa kasus ini ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC).
China dan Rusia, sebagai pemegang hak veto di DK PBB, diperkirakan akan melindungi Myanmar dari sanksi-sanksi tersebut. Namun, mereka tidak bisa melakukan veto untuk pertemuan ini lantaran sudah diusulkan mayoritas negara anggota DK PBB.
Menanggapi rencana ini, Duta Besar Myanmar untuk PBB Hau Do Suan menyampaikan penolakannya ke DK PBB karena kepala tim pencari fakta PBB turut diundang dalam pertemuan tersebut.
“[Kehadiran tim pencari fakta] hanya akan memperburuk ketidakpercayaan dan polarisasi di masyarakat Rakhine yang beragam,” tulisnya dalam surat yang dilayangkan ke DK PBB.
Tim pencari fakta, yang dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, dalam laporannya menyebutkan bahwa militer Myanmar telah melakukan pembunuhan dan pemerkosaan massal terhadap kelompok Muslim Rohingnya. Di lain pihak, Myanmar menyangkal hasil temuan tersebut, menudingnya “berat sebelah” dan menyatakan bahwa operasi militer di Rakhine adalah untuk menangkal pemberontakan.