Bisnis.com, JAKARTA – PT Kertas Leces (Persero) akan mengajukan peninjauan kembali atas putusan pailit yang dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya pada 25 September lalu.
Plt Direktur Utama Kertas Leces Syarif Hidayat mengatakan bahwa pihaknya sangat keberatan dengan putusan Pengadilan Niaga Surabaya tersebut, sehingga akan mengambil sikap peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
“Kami akan PK [Peninjauan Kembali], bukan kasasi. Karena peluang hukum kasasi sudah tertutup, jadi PK,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (1/10).
Menurut dia, ada sejumlah pertimbangan yang mendasari keberatan perseroan terhadap putusan pengadilan tersebut. Pertama, dia merujuk pada kasus serupa di mana perusahaan milik negara tidak bisa dipailitkan oleh pemohon yang bukan Kementerian Keuangan.
“Ada empat kasus serupa yang mana perusahaan milik negara hanya boleh dimohonkan pailit oleh Kementerian Keuangan,” kata Syarif.
Pertimbangan kedua, lanjutnya, permohonan homologasi seharusnya tidak dikabulkan karena perusahaan sedang melakukan restrukturisasi utang internal. Ketiga, imbuhnya, dari restrukturisasi utang itu, perusahaan sudah menggenggam investor yang akan menyuntikkan dananya ke Kertas Leces.
“Saya belum bisa menyebutkan identitas investornya, tetapi investor ini sudah letter of interest dan proof of fund [syarat menyediakan bukti uang] sekian. Sudah bikin kesepakatan juga kepada kami. Sudah pasti,” tuturnya.
Pertimbangan terakhir sebagai keberatan yang disertakan dalam memori PK nantinya, kata Syarif, karena karyawan yang jumlahnya hingga 1.500 orang masih menginginkan agar Kertas Leces tetap beroperasi kembali, bukan dipailitkan.
“Oleh karena itu, kami mengharapkan ada upaya perlindungan dari Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian supaya sebelum ada putusan sah PK [Peninjauan Kembali], kurator tidak boleh melakukan eksekusi aset,” kata dia.
SISIR ASET
Sementara itu, tim kurator Kertas Leces Febri Arisandi mengatakan bahwa pihaknya segera menyisir aset perusahaan itu setelah berstatus pailit.
“Kalau dari pihak mereka kasasi, kami tetap melaksanakan tugas sesuai pasal 16 UU Kepailitan dan PKPU [Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang],” kata Febri kepada Bisnis.
Menurut dia, undang-undang tersebut juga memperbolehkan langkah para kurator untuk memberikan aset yang telah terkumpul kepada para kreditur yang terverfikasi sah memiliki tagihan piutang.
Namun demikian, lanjutnya, hingga saat ini belum ada kreditur yang mendaftarkan tagihannya terhadap Kertas Leces. Kertas Leces resmi berstatus pailit setelah Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya mengabulkan permohonan pembatalan homologasi perdamaian oleh 15 karyawan perusahaan milik negara pembuat kertas itu.
Putusan pembatalan homologasi dengan perkara No. 01/Pdt.Sus.Pembatalan Pembayaran/18/PN.Niaga.Sby itu dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum pada 25 September 2018.
Eko Novriansyah Putra, kuasa hukum 15 karyawan Kertas Leces yang memohonkan pembatalan homologasi perdamaian, mengatakan bahwa status pailit terhadap perusahaan yang berlokasi di Probolinggo, Jawa Timur itu sudah tepat karena tidak menjalankan kewajibannya memenuhi hak karyawannya.
“Keputusan pailit ini adalah tamparan bagi pemerintah khususnya Kementerian BUMN. Kenapa sudah bertahun-tahun masalah hak karyawan tidak terbayar,” kata Eko. Menurut dia, sebelum mengajukan permohonan pembatalan homologasi perdamaian, kliennya telah mengingatkan berkali-kali kepada pemerintah hingga melakukan aksi demonstrasi supaya pemerintah turun tangan menyelesaikan kewajiban perusahaan sesuai dengan kesepakatan bersama perdamaian antara kreditur dan debitur saat proses PKPU berlangsung pada 18 Mei 2015.
“Satu sen rupiah pun tidak ada pembayaran kepada klien kami, baik itu gaji terutang dan pesangon. Masih ada total Rp300 miliar hak karyawan lainnya yang belum terbayarkan,” klaim pengacara dari kantor hukum ENP ini.
Eko mengatakan, kliennya memegang tagihan sebesar Rp15,8 miliar berasal dari gaji dan pesangon.
Dari berkas putusan homologasi perdamaian yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung dengan perkara No. 05/PKPU/2014/PN.Niaga.Sby menyatakan, perjanjian perdamaian pada 18 Mei 2015 antara termohon Kertas Leces dan para kreditur adalah sah. Pengadilan memerintahkan pula kepada para pihak, termasuk termohon untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian.
Keputusan itu berawal dari pemungutan suara oleh 14 kreditur dari 22 kreditur yang terdiri dari 10 kreditur mewakili 80,7% dari seluruh tagihan kreditur konkuren dan 4 kreditur separatis menyetujui rencana perdamaian PKPU yang diajukan oleh Kertas Leces pada 4 Mei 2015.
Kertas Leces dalam proposal perdamaiannya menyanggupi akan merekstrukturisasi utangnya senilai Rp2,12 triliun dari total tagihan yang berasal dari 431 kreditur.
Nilai itu terdiri dari Rp747,86 miliar dipegang kreditur preferen dengan grace period pembayaran selama 5 tahun dan waktu pembayaran 45 tahun. Sementara itu, sebanyak Rp1,15 triliun milik kreditur separatis dan Rp222,73 miliar milik kreditur konkuren.