Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kekejaman Terhadap Rohingnya Sama Dengan Perilaku Nazi Jerman

Maung Zarni menyebutkan, kekejaman yang ditujukan kepada etnik minoritas Rohingya di Myanmar serupa dengan tindakan yang dilakukan oleh Nazi Jerman.
Warga yang terusir akibat kekerasan di wilayahnya berjalan melalui tepian sungai Mayu bersama bawaan mereka saat mengungsi ke wilayah lain di Buthidaung, kawasan utara negara bagian Rakhine, Myanmar 13 September 2017./Reuters-Stringer
Warga yang terusir akibat kekerasan di wilayahnya berjalan melalui tepian sungai Mayu bersama bawaan mereka saat mengungsi ke wilayah lain di Buthidaung, kawasan utara negara bagian Rakhine, Myanmar 13 September 2017./Reuters-Stringer

Bisnis.com, KENT, Inggris -  Maung Zarni, aktivis Hak Azasi Manusian terkenal dari kalangan Buddha mengecam aksi kekerasan terhadap etnis Rohingnya di Myanmar.

Maung Zarni menyebutkan, kekejaman yang ditujukan kepada etnik minoritas Rohingya di Myanmar serupa dengan tindakan yang dilakukan oleh Nazi Jerman.

Berbicara dengan Kantor Berita Turki, Anadolu, di Kent, Inggris, Koordinator Koalisi Rohingya Bebas ini mengatakan masyarakat internasional mesti bertindak terhadap negara asalnya.

Pernyataan Zarni dikeluarkan setelah PBB menyiarkan laporan awal pekan ini yang mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan termasuk terhadap bayi dan anak kecil, pemukulan secara brutal dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan Pemerintah Myanmar.

Di dalam laporannya, para penyelidik PBB mengatakan pelanggaran semacam itu merupakan kejahatan terhadap manusia, demikian laporan UNA-OIC --sebagaimana dipantau Antara di Jakarta, Sabtu (1/9/2018) pagi.

"Kita menghadapi situasi saat satu negara anggota PBB yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi dan mitranya --para jenderal militer Burma-- didapati oleh badan paling tinggi dan (paling) terpercaya lembaga hak asasi manusia di dunia seperti perbuatan Nazi Jerman," kata Zarni. 

"Pemusnahan suku adalah apa yang dilakukan kaum Nazi. Pemusnahan suku adalah apa yang terjadi di Rwanda, di Kamboja, atau terhadap Muslim Bosnia," ujarnya.

Zarni menggarisbawahi bahwa ketika satu kasus diputuskan sebagai "pemusnahan suku", tanggung-jawab untuk menanganinya terletak pada semua negara anggota.

"Kewajiban moral dan politik tertinggi berada pada Dewan Keamanan (PBB)," ia menambahkan.

Ia menyatakan pembentukan satu mahkamah pidana internasional seperti yang dilakukan untuk Rwanda atau Bosnia takkan cukup, "etnik minoritas Rohingya memerlukan "wilayah yang terlindungi tempat mereka dapat hidup secara aman dan secara normal, layaknya manusia".

Mahkamah Pidana Internasional

Misi Pencari-Fakta Independen Internasional PBB mengenai Myanmar telah menyerukan agar para pejabat senior militer Myanmar --termasuk Panglima Angkatan Darat Jenderal Senior Min Aung Hlaing-- diadili di Mahkamah Pidana Internasional karena melakukan kejahatan terhadap Muslim Rohingya.

"Harapan saya, di dunia yang ideal, (ialah) Dewan Keamanan PBB akan mensahkan suatu bentuk campur-tangan sehingga kekejaman itu dapat dihentikan dan orang Rohingya dapat diberikan kembali tanah mereka dan diperkenankan hidup secara bermartabat dan aman," kata Zarni.

Zarni menyatakan sekarang ada banyak orang Rohingya yang tinggal di luar Myanmar dibandingkan yang masih berada di negeri tersebut setelah beberapa dasawarsa kekerasan, terutama serangan besar yang dilancarkan terhadap mereka pada Agustus tahun lalu.

Zarni menggarisbawahi bahwa masyarakat internasional mesti menjatuhkan sanksi atas militer dan Pemerintah Myanmar, dan menyatakan kebijakan pengucilan terhadap Rohingya harus diakhiri.

Muslim Rohingya "dibersihkan", dan sasaran akhir dalam pemberlakuan sanksi terhadap Myanmar mesti "secara mendasar mengubah kebijakan Pemerintah Burma (Myanmar) dan mengubah tatanan yang telah dikerahkan oleh militer Burma dan pembuat pendapat masyarakat untuk menindas dan menghukum serta pada dasarnya menghapuskan penduduk ini", kata Zarni.

Sasaran utama dari banyak sanksi mesti memberi Rohingya "perlindungan internasional" dan menciptakan "wilayah otonomi tempat militer Burma takkan diperkenankan melanjutkan kekejaman", katanya.

Zarni mengatakan Myanmar memiliki empat pilar utama: militer, ajaran Buddha, partai politik dan masyarakat.

"Semua keempat lembaga utama ini secara tegas telah menolak Rohingya. Kami memberitahu mereka bahwa mereka bukan milik Burma; kami tak menginginkan mereka di Burma," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara/UNA-OIC

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper