Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaksa ICC Bakal Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Pemimpin Junta Myanmar

ICC akan mengajukan surat perintah penangkapan bagi pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing
Imigran etnik Rohingya asal Myanmar yang terdampar di pantai Lamreh Kabupaten Aceh Besar menempati kantor Gubernur Aceh setelah direlokasi paksa oleh warga di Banda Aceh, Aceh, Minggu (10/12/2023) malam. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/YU
Imigran etnik Rohingya asal Myanmar yang terdampar di pantai Lamreh Kabupaten Aceh Besar menempati kantor Gubernur Aceh setelah direlokasi paksa oleh warga di Banda Aceh, Aceh, Minggu (10/12/2023) malam. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/YU

Bisnis.com, JAKARTA - Jaksa Penuntut Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) mengatakan pihaknya akan mengajukan surat perintah penangkapan bagi pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dalam dugaan penganiayaan terhadap Rohingya, yang sebagian besar merupakan minoritas Muslim. 

Mengutip Reuters pada Kamis (28/11/2024), panel yang terdiri dari tiga hakim akan memutuskan apakah ada alasan yang masuk akal untuk meyakini Min Aung Hlaing bertanggung jawab secara pidana atas deportasi dan penganiayaan terhadap Rohingya di Myanmar dan Bangladesh.

Tidak ada kerangka waktu yang ditetapkan untuk keputusan mereka, tetapi umumnya diperlukan waktu sekitar tiga bulan untuk memutuskan surat perintah.

Langkah jaksa ICC ini diambil saat kantornya menghadapi reaksi politik yang hebat dari Washington, antara lain, atas surat perintah penangkapannya terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanannya Yoav Gallant.

Kantor kejaksaan mengatakan pihaknya mengajukan surat perintah tersebut setelah penyelidikan yang ekstensif, independen, dan tidak memihak. Lebih banyak permohonan surat perintah penangkapan yang berkaitan dengan Myanmar akan menyusul, imbuhnya.

Myanmar bukan negara anggota ICC, tetapi pada putusan 2018 dan 2019 hakim mengatakan pengadilan memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan lintas batas yang sebagian terjadi di negara tetangga anggota ICC, Bangladesh, dan mengatakan jaksa penuntut dapat membuka penyelidikan formal.

"Ini adalah permohonan pertama untuk surat perintah penangkapan terhadap pejabat tinggi pemerintah Myanmar yang diajukan Kantor saya. Lebih banyak lagi akan menyusul," kata pernyataan jaksa penuntut ICC.

Junta militer yang berkuasa di Myanmar mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Reuters bahwa negara itu bukan anggota pengadilan dan tidak mengakui pernyataan pengadilan tersebut. 

Adapun, satu juta warga Rohingya melarikan diri, sebagian besar ke negara tetangga Bangladesh, untuk menghindari serangan militer Myanmar yang dimulai pada Agustus 2017, sebuah kampanye yang oleh para penyelidik PBB digambarkan sebagai contoh nyata pembersihan etnis.

Tentara, polisi, dan penduduk beragama Buddha diduga oleh penyidik PBB telah menghancurkan ratusan desa di negara bagian Rakhine, Myanmar bagian barat yang terpencil, menyiksa penduduk saat mereka melarikan diri, melakukan pembunuhan massal, dan pemerkosaan massal.

Myanmar membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan pasukan keamanan melakukan operasi yang sah terhadap militan yang menyerang pos polisi. Sebagian besar pengungsi kini hidup dalam kesengsaraan di kamp-kamp di Bangladesh.

"Dia [Min Aung Hlaing] bertanggung jawab atas teror genosida terhadap orang-orang Rohingya yang tidak bersalah. Di bawah komandonya, militer membunuh ribuan orang Rohingya dan menjadikan banyak perempuan dan gadis sebagai sasaran tindakan kekerasan seksual yang mengerikan," kata Mohammed Zubair, seorang peneliti Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi Bangladesh.

Sementara itu, kepala Mekanisme Investigasi Independen PBB untuk Myanmar, lembaga yang membantu investigasi ICC, Nicholas Koumjian mengatakan, mengeluarkan surat perintah untuk orang yang memegang jabatan militer tertinggi di Myanmar mengirimkan pesan yang kuat kepada para pelaku bahwa tidak seorang pun berada di atas hukum.

Investigasi Lima Tahun

ICC telah menyelidiki kejahatan terhadap Rohingya selama hampir lima tahun. Penyelidikannya tidak hanya terhambat oleh kurangnya akses ke negara tersebut, tetapi juga karena Myanmar dilanda kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi pada tahun 2021.

Penggulingan tersebut memicu gerakan perlawanan yang dimulai sebagai protes damai dan kemudian berkembang menjadi pemberontakan bersenjata di berbagai bidang.

Penyidik mengandalkan kesaksian saksi, termasuk dari orang dalam, bukti dokumenter, serta materi ilmiah, foto, dan video yang sahih.

"Keputusan jaksa ICC untuk mengajukan surat perintah terhadap Jenderal Senior Min Aung Hlaing muncul di tengah kekejaman baru terhadap warga sipil Rohingya yang mirip dengan yang dialami tujuh tahun lalu," kata penasihat hukum internasional senior di Human Rights Watch, Maria Elena Vignoli.

"Tindakan ICC merupakan langkah penting untuk memutus siklus pelanggaran dan impunitas yang telah lama menjadi faktor utama yang memicu pelanggaran massal oleh militer."

Dengan 124 negara anggota, ICC mengadili individu atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan agresi. Karena tidak ada kepolisian yang melakukan penangkapan, ICC bergantung pada negara untuk melakukan hal ini. ICC menghadapi tantangan untuk menahan Min Aung Hlaing, karena dia tidak bepergian.

Negara-negara kekuatan global seperti Amerika Serikat, Rusia, China, dan India belum menandatangani ICC. Mahkamah tersebut didukung oleh seluruh Uni Eropa, Australia, Kanada, Inggris, Brasil, Jepang, dan puluhan negara Afrika dan Amerika Latin.

ICC telah mengeluarkan beberapa surat perintah penangkapan untuk para pemimpin nasional yang masih menjabat, termasuk Netanyahu.

Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Omar al-Bashir dari Sudan. Sejauh ini, hanya satu kepala negara yang sedang menjabat, Uhuru Kenyatta dari Kenya, yang didakwa oleh ICC sebelum dia terpilih sebagai presiden pada 2013, yang muncul di pengadilan untuk menghadapi dakwaan. Kasus tersebut kemudian dibatalkan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper